Metroterkini.com - Didampingi Dewan Pimpinan Nasional Barisan Advokat Bersatu (Baradatu) selaku kuasa hukumnya, Agus meminta kepastian hukum atas kasus pemalsuan, penggelapan dan penipuan dengan tersangka Tarmidi Area Sena, berdasarkan laporan Manih ke Polres Kota Bekasi Nomor : LP/1919/K/XI/2005/Res Bks Tanggal 30 Nopember 2005.
Agus, Ahli waris H Ogon mewakili pihak keluarga Manih Binti H. Ogon mengadukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Cikarang ke Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) di Jl. Rambai, Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Jumat (1/4).
“Kami sebagai keluarga mohon keadilan ke kejaksaan. Tarmidi udah tersangka, semoga bisa ditahan dan diproses kasusnya,” ujar Agus.
Ketua Umum Baradatu, Herwanto Nurmansyah menjelaskan, pihaknya sudah cukup sabar menunggu perkembangan kasus hingga 10 tahun lamanya. Herwanto beralasan, penyidik Polres Bekasi sudah menetapkan Tarmidi sebagai tersangka.
"Mereka punya dua alat bukti, kasus Tarmidi P21 (penyidikan sudah lengkap). Tapi kenapa sampai tujuh kali Kejari Cikarang justru P19 (mengembalikan berkas perkara untuk dilengkapi),” tandasnya.
Sialnya, permintaan P19 itu telah dilakukan hingga tujuh kali. Kendati petunjuk dari jaksa sudah dilaksanakan, namun hingga kini Kejari Cikarang belum juga melimpahkan kasus Tarmidi ke pengadilan.
Kasus Tarmidi Area Sena mencuat setelah H. Ogon dinyatakan hilang sejak tahun 1994 hingga sekarang. Sebelumnya H Ogon sering berobat ke Tarmidi yang dikenal masyarakat sekitar sebagai orang pintar.
Tahun 2004, tiba-tiba muncul surat jual beli tanah dari H. Ogon ke Tarmidi senilai Rp 300 juta. Tarmidi sempat menunjukkan kuitansi pembelian tanah milik H Ogon yang berada di Kampung Gombong Desa Mekarmukti, Cikarang Utara, Bekasi. Tahun itu pula, dia melakukan balik nama surat tanah.
Padahal ketika ditelusuri ke Kantor Desa Mekarmukti, berdasarkan surat riwayat tanah tidak pernah terjadi jual beli tanah seluas 13 ribu m2 tersebut.
Terkait pengaduan itu, Komisioner KKRI Indro Sugianto berjanji akan segera menindaklanjutinya. “Kita akan lihat, ada masalah apa ini. Standar Operasional Prosedur (SOP) sudah jelas. Kejaksaan punya kewajiban pada pelapor dan pelapor berhak mengetahui perkembangan laporannya,” jelas Indro.
Dalam kasus yang berlarut-larut semacam tersebut, tidak mustahil pihaknya akan berkoordinasi dengan Kompolnas. [sjah]