Metroterkini.com - Sisi lain Jakarta yang wisatawan jarang tahu adalah pemakaman penuh patung dan nisan ala Eropa. Inilah Museum Taman Prasasti yang ada sejak 1795, sekaligus pemakaman modern tertua di dunia.
Kebon Jahe Kober, begitu warga pribumi mengenal kawasan pemakaman ini. Komplek pemakaman yang terletak di Jalan Tanah Abang I No 1, Jakarta Pusat ini dulu diperuntukkan bagi para bangsawan dan pejabat tinggi Belanda pada masa VOC berkuasa di Batavia.
"Pemakaman ini sudah ada sejak 1795, waktu itu menempati lahan seluas 5,5 hektar. Dulu ini adalah pemakaman prestisius, hanya untuk bangsawan dan orang yang stratanya sama dengan itu," tutur Yudi, yang menjadi pemandu di Museum Taman Prasasti kepada detikTravel, Rabu (7/10/2015).
Dalam penelusuran sejarah, ini adalah salah satu pemakaman modern tertua di dunia. Umurnya lebih tua dari Fort Canning Park (1926) di Singapura, Gore Hill Cemetery (1868) di Sydney, Pere Lachaise Cemetery (1803) di Paris, Mount Auburn Cemetery (1831) di Cambridge-Massachusstes, juga Arlington National Cemetery (1864) di Washington DC.
"Pemakaman ini beroperasi hingga pada 1945, pengelolaannya diserahkan pada Yayasan Palang Hitam. Jenazah-jenazah dipindahkan ke Menteng Pulo dan Tanah Kusir. Tahun 1977 diresmikan sebagai Museum Taman Prasasti oleh Gubernur DKI waktu itu, Ali Sadikin," papar Yudi dilansir Detik.
Disebut Museum Taman Prasasti karena museum luar ruangan ini penuh patung, batu nisan, juga prasasti berusia ratusan tahun. Yudi menyebutkan, total ada 1.372 nisan yang tersebar di lahan seluas 1,3 hektar.
"Hampir semua batu nisan dan marmer didatangkan langsung dari Italia. Dulu, upacara pemakaman dilakukan dengan cara mewah. Semakin mewah, semakin menunjukkan strata kebangsawanan si mendiang," papar Yudi.
Ditemani Yudi, detikTravel pun berkeliling Museum Taman Prasasti. Dia menjelaskan satu per satu nisan milik orang-orang terkenal yang pernah dimakamkan di sini. Salah satunya adalah nisan milik Olivia Mariana Raffles, istri Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang juga pendiri Singapura.
"Olivia sangat suka bunga, maka Raffles membuatkannya Kebun Raya Bogor. Tapi Olivia ingin dimakamkan di dekat sahabat dekatnya yaitu John Casper Leyden," kisah Yudi, menunjuk sebuah nisan persis di sebelah milik Olivia.
Selanjutnya, Yudi menunjukkan sebuah nisan milik AV Michiels. Dia adalah Panglima Perang Belanda yang wafat saat ekspedisi ke Bali. Di nisannya tertulis kata 'Balie'.
Di bagian tengah makam terdapat satu nisan patung, berukuran lebih tinggi dari yang lain. Dia adalah H Van Der Grinten, pastur kenamaan di Batavia pada masa lampau. Nisan yang dibuat lebih tinggi berarti dia 'mengayomi' nisan-nisan lain yang ada di bawahnya.
"Di sekeliling patung juga terdapat gambar tentang kehidupan pribadi si pastur," tambah Yudi.
Sang pemandu kemudian menunjukkan satu nisan yang merupakan tokoh pergerakan Indonesia, yakni Soe Hok Gie. Menurut Yudi, hanya ada 2 warga pribumi yang dimakamkan di sini yaitu Soe Hok Gie dan Miss Riboet. Soe Hok Gie adalah aktivis mahasiswa angkatan 1966 yang semasa hidupnya menjadi tokoh pergerakan mengkritik pemerintah.
"Miss Riboet adalah selebriti, sangat terkenal pada masanya," tambah dia.
Tak kalah terkenal, nisan dari Dr Jan Laurens Andries Brantes. Dia adalah ahli sastra dan arkeologi, juga ahli tafsir bahasa Jawa kuno. Dia wafat di Batavia pada 26 Juni 1905.
"Tanpa dia, kita nggak akan tahu artinya kitab-kitab kuno seperti Negarakertagama dan Sutasoma," imbuhnya.
Satu nisan lagi yang tak kalah penting adalah milik JHR Kohler, seorang Mayor Jenderal tentara Belanda yang ditembak mati oleh sniper Aceh di depan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Konon, sniper Aceh itu juga ditembak sniper Belanda sesaat setelah menewaskan Kohler.
Nisan ini menjadi favorit para traveler penggemar kisah-kisah misteri dan konspirasi. Karena, nisan sang Mayor Jenderal punya simbol-simbol yang menjurus pada identitas bangsa Yahudi, serta kelompok-kelompok rahasia seperti Templar dan Freemasonry. Antara lain, simbol Hexagram dan Salib Templar.
"Kini, di depan Masjid Raya Baiturrahman terdapat satu monumen tepat di tempat ambruknya Jenderal Kohler," Yudi menambahkan.
Terlepas dari semua nama tokoh dan bangsawan tersebut, Museum Taman Prasasti sangat fotogenik. Tak heran banyak foto pre-wedding dibuat di museum ini. Museum Taman Prasasti buka pada Selasa-Minggu pukul 09.00-15.00 WIB. Tiket masuknya juga sangat murah, Rp 5.000 per orang.