Metroterkini.com - Dengan sulitnya mendapatkan laporan tentang keberadaan dan legalitas Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) yang ada dalam Pabrik PT. Riau Pulp and Paper (RAPP) diduga perusahaan menutupi organisasi perburuhan ini. Manajemen pabrik bubur kertas ini dinilai banyak kejanggalan dalam proses roda organisasi yang berjalan, terutama masalah keuangan menjadi pertanyaan sejumlah kalangan.
"Semua organisasi Perburuhan dikuasai RAPP termasuk untuk menjadi pengurus distel oleh perusahaan, sehingga hak anggota tidak terakomodir, dan uang itu kemana?," Jelas Mantan aktifis buruh RAPP, Marlon Situmorang, Senin (10/8/15) di Pangkalan Kerinci, kabupaten Pelalawan, Riau.
Dikatakan Marlon Manegerial yang ada dikepepengurusan SPSI dalam komplek PT.RAPP tersebut, dinilai sengaja untuk menutupi uang hasil buruh tersebut dari pantauan publik dan pemerintah terutama tentang masalah uang ptongan gaji anggota dan upah bongkar muat di Pabrik Kertas Raksasa itu.
"Untuk menutupi masalah organisasi perburuhan ini diduga oknum pihak Perusahaan melibatkan Karyawan dan bukan yang bukan karyawan, sementara bila ada masyarakat yang ingin meletakan status dan hak kewajiban anggota SPSI pada tempat yang sebenarnya mereka menghalangi," Jelas Marlon.
Kebenaranya kata Marlon, pihak - pihak yang punya andil dalam proses SPSI tersebut berusaha memberi suap pada yang bukan karyawan, sehingga seolah - olah roda organisasi ini berjalan lancar dalam perusahaan dan mengikuti aturan.
"Sebenarnya ada orang luar karyawan yang diletakkan menjadi penggurus SPSI, dan uang organisasi dikelola oleh RAPP sendiri, ini sangat memalukan sekali," Jelasnya.
Setelah ditelaah oleh Marlon dan beberapa laporan dari karyawan juga mantan karyawan PT.RAPP itu sendiri kuat dugaan laporan keuangan sesuai AD dan ART diatur RAPP, bahkan MoU antara buruh dengan karyawan itupun dikendalikan oknum top mangemen dan kawan - kawan.
"Bila di dikalkulasikan dari hasil bongkar muat manual dan tidak manual saja PT.RAPP ini harus mengeluarkan dana sampai puluhan miliar rupiah tiap tahunya, namun ini tidak dilakukan hanya dengan membagikan sedikit upah dari hasil potongan gaji buruh ini pad beberpa orang pengurus yang direkrut dari luar, seolah - olah semua uang tersebut telah dikeluarkan.
"Yang jadi pertayaan siapa oranya yang menerima hasil potongan gaji karyawan itu, pihak pemerintah yang terkait atau oknum tertentu," jelas Marlon bertanya dalam hati.
Marlon berharap kepada Ketua SPSI Pusat Yorrys Raweyai untuk mengaudit dana tersebut, dan pemerintah selaku pengawas seharusnya tidak tutup mata.
Sementara setelah dikonfirmasi kepada salah seorang pengurus perburuhan Pabrik Kertas RAPP, beliau mempertanyakan legalitas Marlon sebagai aktifis buruh. Dijawab beliau selaku karyawan apa tidak boleh dikelola oleh perusahaan. [bas]