BMKG Ingatkan Ancaman El Nino di Indonesia, Kapan Puncaknya Terjadi?

Jumat, 09 Juni 2023 | 11:06:35 WIB

Metroterkini.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan peringatan potensi terjadinya El Nino di Indonesia pada 2023 ini. 

Kepala Badan BMKG Dwikorita Karnawati menyebut El Nino dapat menyebabkan beberapa dampak pada Indonesia, seperti kekeringan dan minimnya curah hujan yang terjadi. El Nino juga disebut akan berpotensi meningkatkan jumlah titik api dan kondisi kerawanan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). 

"Langkah-langkah strategis perlu dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi dampak lanjutan. Utamanya sektor-sektor yang sangat terdampak seperti sektor pertanian, terutama tanaman pangan semusim yang sangat mengandalkan air," ujar Dwikorita dalam rilisnya, Jumat (9/6/2023).

"Situasi saat ini perlu diantisipasi agar tidak berdampak pada gagal panen yang dapat berujung pada krisis pangan," tambahnya. 

Mengenal fenomena El Nino El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normal yang terjadi di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur. 

Adanya pemanasan SML itu mengakibatkan bergesernya potensi pertumbuhan awan dari wilayah Indonesia ke wilayah Samudra Pasifik tengah sehingga akan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. 

"Kombinasi dari fenomena El Nino dan IOD Positif yang diprediksi akan terjadi pada semester II 2023 dapat berdampak pada berkurangnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia selama periode musim kemarau 2023," ungkap Dwikorita. 

"Bahkan sebagian wilayah diprediksi akan mengalami curah hujan dengan kategori Bawah Normal (lebih kering dari kondisi normalnya) hingga mencapai hanya 20 mm per bulan dan beberapa wilayah mengalami kondisi tidak ada hujan sama sekali (0 mm/bulan)," sambungnya. 

Bagaimana cara meminimalisir dampaknya? Lebih lanjut, Dwikorita mengatakan, ada sejumlah langkah strategis yang bisa dilakukan, yaitu dengan mengoptimalkan penggunaan infrastruktur pengelolaan sumber daya air seperti waduk, bendungan, embung, dan sebagainya untuk menyimpan air di sisa musim hujan agar dapat dimanfaatkan pada periode musim kemarau. 

Langkah tersebut dilakukan untuk mengurangi risiko kekurangan air baik bagi kebutuhan masyarakat maupun untuk kebutuhan pertanian. Selain itu, Dwikorita mengatakan, pihaknya akan lebih melakukan upaya pencegahan dan mensiagakan upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan untuk mengantisipasi meningkatnya potensi karhutla, terutama wilayah atau provinsi yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan. 

"Upaya pencegahan harus lebih ditekankan dibandingkan pemadaman karena langkah ini lebih efektif untuk menghindari dampak yang luas. Pengetahuan dan pemahaman masyarakat perlu terus ditingkatkan dalam memahami pengelolaan hutan dan lahan, potensi ekonomi lokal dan pengolahan hasil produksi hutan dan lahan menjadi bernilai tambah," ujarnya. 

"BMKG sendiri terus melakukan pemantauan untuk mendeteksi titik panas atau hot spot menggunakan satelit. Jika BMKG mendeteksi potensi karhutla maka secara resmi BMKG akan mengeluarkan peringatan dini," tambah dia. 

Wilayah yang mengalami kemarau 2023 Sementara itu, Plt Kepala Pusat Perubahan Iklim BMKG, Fachri Rajab mengatakan hasil pemantauan BMKG terhadap 699 Zona Musim (ZOM) hingga akhir Mei 2023 yang menunjukkan bahwa sebanyak 28 persen (194 ZOM) di wilayah Indonesia sudah masuk periode musim kemarau. 

Sementara itu, 56 persen wilayah lainnya (392 ZOM) masih mengalami musim hujan. Adapun sejumlah wilayah yang sudah mengalami musim kemarau, meliputi: 

Wilayah Aceh bagian timur 

Sumatera Utara bagian timur 

Riau bagian timur 

Bengkulu bagian barat 

Lampung bagian selatan 

Banten bagian utara 

DKI Jakarta 

Jawa Barat bagian utara 

Sebagian wilayah Jawa Tengah 

DIY bagian selatan 

Sebagian wilayah Jawa Timur 

Sebagian wilayah Bali 

Sebagian wilayah NTB 

Sebagian wilayah NTT 

Sebagian wilayah Gorontalo 

Sebagian wilayah Sulawesi Tengah 

Sulawesi Tenggara bagian selatan Sebagian 

wilayah Kepulauan Maluku 

Sebagian wilayah Maluku Utara 

Sementara itu, sejumlah 16 persen (113 ZOM) lainnya merupakan wilayah yang mengalami kondisi basah atau kondisi kering sepanjang tahun (bertipe satu musim). 

Fachri mengatakan, pihaknya telah memprakirakan bahwa puncak kemarau di Indonesia pada tahun ini akibat dari fenomena El Nino akan berlangsung pada beberapa bulan yang akan datang. 

"Puncak musim kemarau diprakirakan akan terjadi pada Juli, Agustus, dan September 2023, yaitu sebanyak 582 ZOM (83 persen). Dibandingkan dengan normal, puncak musim kemarau 2023 diprakirakan SAMA pada 390 ZOM (55,8 persen), MAJU pada 174 ZOM (24,9 persen), dan MUNDUR sebanyak pada 135 ZOM (19,3 persen)," terangnya. 

Wilayah yang mengalami hujan di musim kemarau Selain itu, Fachri juga menyampaikan bahwa hujan bulanan periode Juni-Oktober 2023 diprediksi dapat mencapai kondisi bawah normal (atau lebih kering dari rata-ratanya). 

Wilayah yang diprediksi mengalami hujan dengan kategori di bawah normal pada Juni 2023 meliputi: 

Sebagian wilayah Aceh 

Sebagian wilayah Jambi 

Bengkulu 

Sumatera Selatan 

Bangka Belitung 

Lampung 

Jawa, Bali, NTB, NTT 

Sebagian wilayah Kalimantan Barat 

Sebagian wilayah Kalimantan Tengah 

Kalimantan Selatan 

Sebagian wilayah Sulawesi Selatan 

Sebagian wilayah Sulawesi Barat 

Sebagian wilayah Sulawesi Tenggara 

Sebagian wilayah Sulawesi Tengah 

Sebagian wilayah Maluku 

Sebagian wilayah Papua Barat 

Sebagian wilayah Papua 

Sedangkan untuk bulan Juli, Agustus dan September (JAS) 2023 yang diprediksi sebagai periode puncak musim kemarau, curah hujan bawah normal diprediksi akan terjadi pada wilayah yang lebih luas meliputi: 

Sebagian besar Pulau Sumatera 

Pulau Jawa Bali NTB 

Sebagian wilayah NTT 

Sebagian besar Kalimantan 

Sebagian besar Sulawesi 

Sulawesi Utara Maluku Utara 

Sebagian wilayah Maluku 

Sebagian wilayah Papua Barat 

Sebagian wilayah Papua 

Sementara itu, beberapa wilayah akan mengalami curah hujan yang sangat rendah yaitu kurang dari 20 mm/bulan meliputi: Sumatera bagian selatan Jawa Bali NTB NTT. [**]

Terkini