Armada Kapal Selam Australia Bikin China Kepanasan

Jumat, 17 September 2021 | 00:07:05 WIB

Metroterkini.com - Pemerintah China mencak-mencak usai Australia mengumumkan proyek kapal selam bertenaga nuklir. Proyek tersebut merupakan tindak lanjut dari aliansi pertahanan baru antara Australia, Amerika Serikat (AS) dan Inggris.

Dilansir dari AFP, Kamis (16/9/2021), China menyebut aliansi pertahanan itu sebagai ancaman yang 'sangat tidak bertanggung jawab' terhadap stabilitas kawasan.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, menyebut aliansi terbaru tiga negara itu 'secara serius merusak perdamaian dan stabilitas kawasan serta mengintensifkan perlombaan senjata'.

"Ekspor teknologi kapal selam nuklir yang sangat sensitif oleh Amerika Serikat dan Inggris kepada Australia sekali lagi membuktikan bahwa mereka menggunakan ekspor nuklir sebagai alat permainan geopolitik dan mengadopsi standar ganda, yang sangat tidak bertanggung jawab," ujar Zhao dalam komentarnya.

Dia mengatakan kesepakatan tersebut memberikan negara-negara di kawasan Asia Pasifik 'alasan untuk mempertanyakan ketulusan Australia dalam mematuhi komitmen non-proliferasi nuklir'. Zhao mendorong negara-negara Barat untuk 'meninggalkan pola pikir zero-sum Perang Dingin yang ketinggalan zaman' atau berisiko 'memperburuk situasi untuk diri mereka sendiri'.

Aliansi AS-Inggris-Australia Hadapi China

Dilansir dari BBC, Inggris, Amerika Serikat dan Australia mengumumkan perjanjian kerja sama internasional untuk saling mendukung teknologi pertahanan sebagai upaya dalam menangkal kekuatan China. Kerja sama ini memungkinkan Australia membangun kapal selam bertenaga nuklir untuk pertama kalinya.

Kesepakatan yang disebut sebagai Pakta Aukus ini juga mencakup teknologi kecerdasan buatan, teknologi kuantum dan siber. Aliansi ketiga negara tersebut dibentuk atas dasar kekhawatiran terhadap pertumbuhan kekuatan dan kehadiran militer China di kawasan Indo-Pasifik.

Buntut dari pakta tersebut, Australia membatalkan perjanjian pembelian kapal selam rancangan Prancis. Padahal, perjanjian pembelian itu telah disepakati sejak 2016.

Saat itu, Prancis memenangkan kontrak pembuatan 12 kapal selam untuk Angkatan Laut Australia sebesar A$50 miliar (Rp 522 triliun). Namun, proyek tersebut mengalami penundaan karena Australia mengajukan syarat agar pembuatan kapal selam itu menggunakan banyak komponen dalam negeri.

Pada Rabu (15/9), Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, dan Perdana Menteri Scott Morrison merilis pernyataan bersama. Pernyataan ini terkait dengan kesepakatan keamanan terbaru, yang dinamai Aukus.

"Sebagai inisiatif pertama di bawah Aukus... kami punya ambisi bersama untuk mendukung Australia memperoleh kapal selam bertenaga nuklir untuk Angkatan Laut Australia," sebut pernyataan itu.

"Kemampuan ini akan mendorong stabilitas di Indo-Pasifik, dan akan digunakan untuk mendukung nilai dan kepentingan kita bersama," tambah pernyataan tersebut.

Ketiga pemimpin negara itu mengatakan tujuan kesepakatan yang mereka buat adalah 'membawa kemampuan Australia untuk dikerahkan sesegera mungkin'. Meski demikian, Australia menyatakan tetap berkomitmen memenuhi semua kewajiban sebagai negara yang tak menggunakan senjata nuklir.

Pakta ini juga menyatakan kesepakatan pertahanan tersebut akan fokus pada pertahanan siber, kecerdasan buatan, dan 'pertahanan bawah laut tambahan'.

Kesepakatan ini mendatangkan konsekuensi bagi dua negara lain, yakni Prancis dan China. Bagi Prancis yang merupakan sekutu NATO, kesepakatan ini membuat batal kontrak membangun kapal selam diesel-listrik untuk Angkatan Laut Australia.

Kesepakatan ini juga berpengaruh bagi China walaupun pejabat Inggris berkeras perjanjian tersebut bukan untuk menanggapi negara manapun. Pemerintah Inggris mengatakan kemitraan ini berupaya memastikan kemakmuran, keamanan, dan stabilitas di kawasan serta mendukung 'tatanan berlandaskan aturan' yang damai.
  
Bukan rahasia lagi kalau Inggris, AS, dan Australia berbagi keprihatinan mengenai pengerahan kekuatan militer China di Indo-Pasifik. Dalam pekan-pekan terakhir, kapal induk HMS Queen Elizabeth telah diutus menuju wilayah Indo-Pasifik bersama dengan pasukan dan perangkat dari AS.

Dilansir dari kantor berita AFP, Jumat (17/9/2021), kemarahan China soal aliansi baru AS-Inggris-Australia serta proyek kapal selam bertenaga nuklir itu ditanggapi enteng oleh Perdana Menteri (PM) Australia, Scott Morrison. Dalam sebuah wawancara dengan stasiun radio 2GB, Jumat (17/9), Morrison mengatakan China memiliki 'program pembangunan kapal selam nuklir yang sangat substantif'.

"Mereka memiliki hak untuk mengambil keputusan demi kepentingan nasional mereka untuk pengaturan pertahanan mereka, dan tentu saja begitu juga Australia dan semua negara lain," ujar Morrison.

Morrison mengatakan bahwa pemerintahnya bereaksi terhadap dinamika yang berubah di kawasan Asia-Pasifik di mana wilayahnya semakin diperebutkan dan persaingan meningkat. Dalam wawancara dengan televisi Channel Seven, Morrison mengatakan Australia "sangat sadar" akan kemampuan kapal selam nuklir China dan investasi militer yang berkembang.

"Kami tertarik untuk memastikan bahwa perairan internasional akan selalu jadi perairan internasional dan langit internasional adalah langit internasional, dan bahwa aturan hukum berlaku sama di semua tempat ini," ujarnya.

Morrison mengatakan Australia ingin memastikan tidak ada zona terlarang di wilayah yang diatur oleh hukum internasional.

"Itu sangat penting apakah itu untuk perdagangan, apakah itu untuk hal-hal seperti kabel bawah laut, untuk pesawat dan di mana mereka bisa terbang. Maksud saya itu adalah ketertiban yang perlu kita pertahankan. Itulah yang didapat dari perdamaian dan stabilitas dan itu yang ingin kita capai," papar Morrison.

Morrison juga menyebut aliansi pertahanan baru, yang diumumkan setelah lebih dari 18 bulan pembahasan dengan Amerika Serikat dan Inggris, akan bersifat permanen. Menurutnya, aliansi ini ditujukan untuk menjamin keamanan Australia di masa depan.

"Ini melibatkan komitmen yang sangat signifikan tidak hanya hari ini tetapi selamanya. Itulah mengapa saya menyebutnya sebagai kemitraan selamanya. Ini adalah salah satu yang akan membuat Australia tetap aman dan terlindungi di masa depan," ucapnya. [**]

Terkini