Persoalan Tanah Tak Tuntas, Panja Komisi DPR RI ke Riau

Senin, 13 September 2021 | 23:52:17 WIB

Metroterkini.com - Panja Evaluasi Pengukuran Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Komisi II DPR RI melakukan rapat koordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau terkait penyelesaian lahan, Senin (13/9/2021).

Rapat yang dipimpin Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung itu menginventarisir persoalan tanah di Riau itu dihadiri Gubernur Riau Syamsuar, Kapolda Riau, BPN Riau dan instansi terkait lainnya.

Ahmad Doli mengatakan, bahwa tahun 2021 pihaknya fokus mengatasi pertanahan, dan Komisi II sudah membentuk tiga panja. Pertama Panja Pemberantasan Mafia Pertanahan, kedua Panja Tata Ruang, dan ketiga Panja Evaluasi Pengukuran HGU, HGB dan HPL.

Lebih lanjut Ahmad Doli mengatakan, sebelum datang ke Riau pihaknya sudah datang di Kalimantan Timur, dan sudah memetakan berbagai persoalan hak-hak tanah yang dimiliki perusahaan dan rakyat yang kemudian bermasalah.

"Kita juga sudah inventarisir, dan menemukan beberapa modus terkait HGU, HGB dan HPL ini. Pertama, ada modus dimana negara atau pemerintah memberikan hak sekian hektare ke perusahaan tetapi kondisinya itu tidak dimanfaatkan dengan baik, sehingga bisa dikategorikan ditelantarkan. Sehingga itu menjadi tanah yang tidak ada manfaatnya bagi pendapatan negara. Kemudian ada juga sebagai pihak yang mendapat hak itu mengagunkan ke bank dan mendapatkan kredit kemudian tak diurus. Itu yang pertama kita tertibkan," terangnya.

Modus kedua, sebut Ahmad Doli, ada perusahaan diberi hak tanah 10.000 hektare, tetapi dalam perjalanannya itu digarap lebih dari 10.000 hektare. Bahkan mencapai 100.000 ribu hektare.

"Itu yang akhirnya berhimpitan dengan hak rakyat dan perusahaan lainnya. Ini yang kemudian bisa menjadi konflik. Padahal lahan yang digarap itu belum tentu masuk ke pendapatan negara, baik untuk pusat dan daerah," ungkapnya.

Modus ketiga adalah tanah keterlanjuran, ada tanah-tanah yang selama ini diberi hak tetapi berurusan dengan kawasan hutan.

"Modus ini memang mulai ditertibkan oleh pemerintah, dan Undang-Undang Cipta Kerja sudah mengeluarkan kebijakan tanah keterlanjuran itu akan diputihkan. Tetapi ternyata kami dapat informasi dari BPN selisihnya masih banyak," bebernya.

"Namun dari 16 juta hektare lahan yang statusnya di kawasan hutan, tetapi yang terinventarisir itu baru 10 jutaan. Sedangkan 6 juta hektare lahan ini kita tak tahu seperti apa. Dan salah satu yang terbesar ada di Riau. Kenapa kami datang ke Riau? Karena banyak sekali masalah tanah yang modus-modus seperti itu terjadi di Riau dan tidak terselesaikan," tambahnya.

Salah satunya masalah lahan yang diinvetarisir pihaknya yakni, konflik PT Duta Palma dengan masyarakat, sehingga masyarakat bertindak berlebihan dan ditangkap.

"Padahal masalahnya bukan itu, karena itu di hilir. Tapi masalah hulunya itu tanahnya yang berhadapan dengan masyarakat. Panja ini dibentuk untuk memastikan setiap jengkal tanah di republik ini harus punya manfaat buat negara dan rakyat. Karena itu kita akan cari solusinya," ujarnya. [**]

Terkini