Metroterkini.com - Sidang perkara dugaan money politik (politik uang) dengan terdakwa HA Calon Legislatif (Caleg) di Kepulauan Meranti, Kamis (2/5/19) digelar di Pengadilan Negeri Bengkalis dengan keterangan ahli.
Dalam persidangan yang berlangsung sampai larut malam itu tepatnya sampai pukul 23.00 WIB, jaksa penuntut umum (JPU) Mulyadi, Junaidi, dan Stevano Harun dari Kejari Meranti mendatangkan 3 ahli, yakni ahli Hukum Pidana, Dr. Erdianto Effendi dari Unri, ahli Bahasa Indonesia, Dr. Dudung dari Unri dan ahli Bahasa Melayu,
Jefrizal dosen prodi sastra Melayu Ilmu Budaya Unilak. Sedangkan terdakwa mendatangkan ahli Hukum Pidana, Dr. Muhammad Nurul Huda dari UIR.
Dalam keterangannya dua ahli pidana, yakni Dr. Erdianto Effendi dan Dr. Nurul Huda berbeda pendapat tentang barang bukti berupa rekaman yang dijadikan alat bukti yang menyeret Caleg PKB Hafizan Bin Abas yang saat ini masih anggota DPRD Meranti.
Menurut Erdianto, barang bukti berupa rekaman yang diambil orang lain (bukan penegak hukum) bisa dijadikan barang bukti jika diserahkan kepada penegakn hukum yang berwenang. Tapi, jika diserahkan kepada yang tidak berwenang dan kemudian disebarkan manggar undang-undang ITE.
Sebaliknya Nurul Huda berpendapat lain. Barang bukti berupa rekaman yang dijadikan alat bukti tidak bisa dijadikan olat bukti karena diambil oleh bukan penegak hukum yang berwenang. Dengan demikian barang bukti berupa rekaman harus dikesampingkan sebagai alat bukti dalam penegakan hukum.
Sementara itu, perkara dugaan money politik yang menjerat Hafizan dilaporkan oleh masyarakat dengan barang bukti berupakan rekaman saat yang bersangkutan melakukan kampanye. Dalam kampanye itu, terdakwa menjanjikan akan memberikan satu drum dan satu magic com setiap rumah. Selain itu, terdakwa juga akan memberikan masing-masing dua helai kain sarung. Namun, terdakwa mensyaratkan agar setiap rumah memberikan dua suara untuknya.
Secara diam-diam, kampanye itu direkam oleh seorang warga dan dilaporkan ke Bawaslu Kabupaten Meranti.
Berdasarkan percakapan dalam rekaman itu, Bawaslu kemudian memproses dan menyerahkan perkara tersebut ke sentra Gakumdu.
Hasil penyidikan sentra Gakumdu terdakwa melanggar Pasal 280 junto Pasal 421 atau Pasal 280 junto Pasal 523 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dan akhirnya perkara ini naik dan sampai ke pengadilan.
Usai mendengarkan keterangan saksi, sidang Pemilu yanh harus selesai dalam waktu 7 hari itu, dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa.
Terdakwa dalam keteranganya membantah kalau dia melakuka kampanye. Saya tahu, mana yang kampanye mana yang pertemuan. Saya hanya melakukan pertemuan selaku anggota dewan dengan masyarakat.
"Memang bantuan satu rumah satu drum itu program yang akan saya usahakan selaku anggota dewan. Dan akan saya bagikan setelah Pemilu," kata terdakwa.
"Saya rasa itu bukan politik uang (memberi drum setelah kampanye). Kalau memberi kain sarung dalam musim kampanye Pemilu, itu tidak melanggar.
Terkait permintaan terdakwa dalam pertemuan itu, bahwa terdakwa minta bantu satu rumah dua suara, itu diakui terdakwa.
"Saya memang mengatakan, bantu satu rumah dua suara. Itu memang ada saya katakan, tapi saya tidak mengatakan untuk saya," beber terdakwa terus berkelit.
Selain itu, terdakwa juga tidak mengakui bahwa suara dalam rekaman yang dijadikan alat bukti bukanlah suara dirinya. "Saya tidak mengakui suara tersebut suara saya. Saya juga tak tahu itu suara siapa," pungkasnya.
Usai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim yang diketuai Annisa Sintawati dengan hakim anggota Mohd Rizki Musmar, Wimmi D Simarmata, menunda sidang ketika jarum jam sudah menujukan pukul 23.00 WIB dan akan dilajutkan esoknya dengan tuntutan. [rudi]