Metroterkini.com - Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang (PKPU) yang diajukan pemohon Krisna Murti dan Tavipiani Agustina kepada PT Bangun Laksana Persada (PT BLP) kandas.
Dalam sidang putusan yang digelar Selasa 5 Juni 2018, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan PKPU pemohon.
“Menolak permohonan PKPU pemohon dalam pokok perkara Nomor: 59/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst. Membebankan biaya perkara sebesar Rp 316 ribu kepada pemohon,” ucap Majelis Hakim yang dipimpin oleh Duta Baskara.
Dalam amar putusan yang dibacakan, objek sengketa berupa sertifikat jual beli sebidang tanah kavling seluas 930 M2 yang terletak di Kelurahan Laksana, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang Banten bukan termasuk objek gugatan yang disyaratkan dalam Undang-undang Kepailitan.
Hakim berpendapat, tanah kavling yang dibeli oleh pemohon merupakan persoalan hutang piutang yang belum jatuh tempo.
Jika merujuk terbitnya akta jual beli No. 7 tanggal 12 Maret 2018, kedua pihak sudah bersepakat bahwa sertifikat itu masih dalam pengurusan.
Sehingga, kata hakim, keberatan pemohon tak beralasan dan tidak berdasar hukum, karena waktu 19 hari masih dalam tenggang waktu pengurusan sertifikat.
Kuasa Hukum PT BLP Alfin Suherman dan Udin Zaenudin menyambut baik putusan tersebut. “Saya kira hakim sudah tepat dan benar menolak permohonan PKPU pemohon,” tegas Alfin usai sidang di Ruang Mudjono Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Selasa (5/6/2018).
Menurutnya, tidak ada unsur hutang piutang dalam masalah ini. “Semua kewajiban atau prosedur yang ada dalam surat perjanjian jual beli tanah kavling tersebut sudah dijalankan oleh PT BLP dengan benar,” sambung Alfin.
Perihal penyerahan unit tanah kavling, lanjut Alfin, PT BLP secara resmi telah melayangkan surat pemberitahuan serah terima.
“Surat dikirim tanggal 28 Maret 2018, sedangkan serah terima unit akan dilakukan pada 31 Maret 2018. Namun pada tanggal yang telah ditentukan, pemohon justru tidak hadir atau menolak menerima penyerahan unit,” urai Alfin.
Celakanya, pada tanggal tersebut pemohon justru minta sertifikat. “Padahal dari awal jual beli sudah dijelaskan bahwa sertifikat masih dalam proses pengurusan di Kantor Pertanahan Tangerang. Jadi diserahkan unit kavlingnya dulu baru sertifikat,” pungkas Alfin.