Metroterkini.com - Masa kerja pansus akan berakhir pada akhir September. Pansus mengklaim kerja mereka sudah mencapai 80 persen. Poin-poin rekomendasi akhir pun sudah mulai terlihat.
Sejumlah anggota Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai perlu adanya pengurangan kewenangan KPK hingg merevisi UU KPK saat ini.
Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK, Taufiqulhadi, misalnya, menilai bahwa kewenangan penuntutan idealnya hanya berada di Kejaksaan. Dengan demikian, Kepolisian dan KPK akan fokus pada fungsi penyelidikan dan penyidikan.
"Penuntutan tetap satu pintu di Kejaksaan," kata Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/9/2017).
Menurutnya, dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) memang tak pernah disebutkan bahwa KPK berwenang untuk mengeksekusi perkara. Kerja KPK saat ini, kata dia, sudah menabrak UU.
"Dalam UU KPK adalah jaksa melakukan penuntutan secara administratif," tuturnya.
Anggota Pansus Hak Angket KPK daei Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani menyebutkan, salah satu rekomendasi yang perlu dihasilkan pansus adalah evisi UU KPK. Namun, substansi revisi masih menjadi perdebatan.
"Kami tidak peenah melihat UU KPK sebagai bible. Artinya bisa direvisi. Tinggal substansinya mau gimana," ujar dia.
Tak menutup kemungkinan ada penyesuaian fungsi dalam rangka menata sistem peradilan pidana terintegrasi (integrated criminal justice system). Ia menilai, Kejaksaan seharusnya fokus melakukan penuntutan. Sedangkan kewenangan penyelidikan dan penyidikan oleh Kejaksaan nantinya dihilangkan.
Nantinya KPK diharapkan fokus pada pencegahan, penyelidikan dan penyidikan. Tak melakukan penuntutan.
"PPP tidak setuju kalau kewenangan penuntutan KPK dicabut tapi enggak diikuti dengan perbaikan Kejaksaan. Kejaksaan konsekuensinya harus dicabut kewenangan penyelidikan dan penyidikan," tutur Arsul.
Hal serupa diungkapkan Anggota Pansus Hak Angket KPK dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo. Idealnya, kata dia, semua fungsi diberikan terpisah.
"Pure jaksa adalah penuntutan, polisi adalah lidik dan sidik, KPK lidik sidik," kata Ketua Komisi III DPR itu.
Namun, nantinya fungsi-fungsi tersebut harus terkontrol. Polisi dan KPK harus berbagi tugas untuk turun tangan menangani kasus, sedangkan Kejaksaan juga harus terkontrol agar tak ada kasus-kasus yang menggantung.
Dalam waktu dekat, Komisi III juga akan menggelar Forum Group Discussion (FGD) ke kampus-kampus di seluruh Indonesia untuk menjaring aspirasi dalam merevisi UU terkait penegakan hukum, yakni UU Kepolisian, UU KPK dwn UU Kejaksaan.
Selain itu, wacana Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) akan diberikan kewenangan penyadapan juga akan dibahas.
"Kami akan lakukan penataan ulang hukum," tutur Bambang.
Pemisahan fungsi tersebut akan menjadi salah satu rekomendasi pansus angket.
"Iya (akan jadi salah satu rekomendasi). Dan juga (rekomendasi) Komisi III," ucap Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK, Masinton Pasaribu.
"Selaras antara Komisi III dan KUHP, output-nya semua di garis yang sama," sambung dia.
KPK dikerdilkan
Penghilangan kewenangan KPK dinilai bukan sebagai hal baru, melainkan sudah diskenariokan sejak lama.
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, pansus hanya menjadi jembatan untuk merealisasikan revisi UU KPK yang sudah direncanakan sejak lama. Apalagi, pengembalian kewenangan penuntutan ke Kejaksaan juga tercantum dalam draf revisi UU KPK beberapa waktu lalu.
"Pansus itu hanya sebagai anak tangga saja untuk masuk pada tujuan yang sesungguhnya, menggerogoti KPK. Tujuan ini sudah diskenariokan sejak lama," kata Donal saat dihubungi, Selasa.
Menurutnya, pencabutan kewenangan KPK mau diambil tanpa dasar yang jelas. Pansus dinilai tak mampu menunjukan bahwa ada masalah pada tingkat penyelidikan, penyidikan maupun penuntutan di KPK sehingga harus dihilangkan.[kompas]