Kades di Klaten Masih Pungut Biaya Sertifikat Prona

Sabtu, 06 Mei 2017 | 20:57:13 WIB

Metroterkini.com - Dalam setiap penerbitan sertifikasi massal yang dapat disebut dengan Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria) dibeberapa daerah masih saja diwarnai adanya dugaan Pungutan Liar (Pungli) dalam setiap penyelenggaraannya.

Meski dalam beban biaya tersebut terdapat perbedaan tanpa adanya batas biaya yang menjadi patokan yang dibebankan kepada pemohon peserta Prona dalam setiap penyelenggaraanya, hal itu justru kian menjadi bingung banyak kalangan masyarakat.

Disisi lain, meski telah dijelaskan dalam peraturan berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria, yang menyatakan bahwa biaya untuk pelaksanaan pengelolaan kegiatan Prona bersumber dari rupiah murni pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang dialokasikan ke DIPA-BPN RI.

Akan tetapi dalam prakteknya dilapangan bahwa program pemerintah yang ditujukan bagi segenap lapisan masyarakat terutama bagi golongan ekonomi lemah untuk menyelesaikan secara tuntas terhadap sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis dalam memiliki status hak tanah, tampaknya tidak gratis.

Menurut salah satu Kepala Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Sri Handono, mengatakan bahwa pihaknya telah menarik biaya Prona bagi 97 pemohon di wilayahnya masing-masing Rp. 600.000,00.

"Memang benar ada sekitar 97 pemohon Prona di wilayah kami, terkait biaya masing-masing Rp. 600.000,00. Ini untuk biaya lain-lain yang tidak bisa ditanggung oleh desa, kami tidak merasa ini sebagai pungli. Dan kami juga pernah dipanggil pihak berwenang hanya untuk klarifikasi saja," urainya, kepada Metroterkini.com, belum lama ini.

Terpisah, menurut Camat Bayat, Klaten, Edi Purnomo, ketika berbincang dengan Metroterkini.com, menyampaikan bahwa terkait Prona memang ada beban yang harus ditanggung pemohon. Hal ini, lanjut Edi, sudah sesuai dengan SE Gubernur Jateng.

"Prona itu memang ada beban biaya yang ditanggung oleh pemohon, terkait perbedaan biaya itu tergantung jarak obyek tanah yang dimohonkan oleh pemohon. Ada beberapa kriteria beban biaya yang dibebankan oleh pemohon meliputi biaya materai, pembuatan dan pemasanagan patok tanda batas, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PPh) yang harus dibebankan kepada pemohon," terang, Edi Purnomo, belum lama ini.

Disisi lain, menurut Yusup Budiono, salah satu pentolan Lembaga Swadaya Masyarakat SOWAN (Solidaritas Warga Miskin) Jawa Tengah, sangat menyayangkan dengan adanya dugaan praktek pungli disetiap pelaksanaan Prona.

"Kami sangat menyayangkan sekali adanya beban biaya dalam pelaksanaan Prona yang dinilai sangat tinggi dan tidak ada batasnya. Padahal jika dihitung dari harga nilai patok, materai, dan lainnya tidak sebanyak itu. Padahal untuk tenaga ukur kan sudah digaji pemerintah," ungkap, pria Alumnus Hukum disalah satu perguruan tinggi di Solo tersebut. [Don]

Terkini