Metroterkini.com - Nama batik Pesisir didapat lantaran berasal dari kota-kota di pesisir pantai, seperti Cirebon, Indramayu, Semarang, Pekalongan, Tuban, Lasem, hingga Madura. Motif batik Pesisir pun berbeda dengan motif batik keraton yang penuh pakem, seperti Solo dan Yogyakarta. Budaya batik juga sudah mendunia inilah warisan kekayaan budaya indonesia yang tak lekang oleh waktu dan zaman.
Batik Pesisir memiliki banyak gambar, seperti jenis tanaman/bunga, binatang, hingga benda-benda yang menunjukkan akulturasi dengan etnis lain, seperti Tionghoa dan Belanda. Sebut saja gambar naga, burung hong, kapal, kereta kuda, dan sebagainya.
Untuk warna, batik Pesisir dikenal memiliki warna-warni yang berani. Misalnya, warna merah darah ayam yang hanya bisa diproduksi di Lasem adalah pengaruh dari etnis Tionghoa. Sementara di Pekalongan khas dengan warna birunya.
Pada awal abad 18, batik Pesisir terutama di Pekalongan sudah menjadi bisnis turun temurun yang tidak hanya dilakukan oleh pribumi, namun juga bangsa Eropa dan Tionghoa. Awalnya, istri para saudagar dari Eropa dan Tionghoa tersebut hanya menjadi pemesan batik dari bahan katun yang menjadi bahan dasar utama batik zaman dulu.
Para nyonya Eropa cenderung suka batik berwarna teduh atau pastel dengan motif yang diambil dari cerita dongeng negerinya, seperti Putri Salju atau Si Tudung Merah. Mereka juga menyukai warna batik keraton yang konsisten dengan warna cokelat soga dan penuh simbol bermakna.
Sementara, istri para saudagar Tionghoa tertarik untuk mengembangkan batik sutra dengan kualitas lebih baik dari batik katun. Batik ini dikenal dengan Lokcan, diproduksi dalam bentuk sarung, selendang, dan kain panjang.
Ternyata di akhir abad 19 permintaan Lokcan semakin melonjak, terutama dari para saudagar Bali dan Sumatera. Daya tariknya berupa kombinasi warna menyala dengan motif khas, seperti burung hong, naga, ular, singa, hingga bunga-bunga khas Tiongkok yang ditata cantik membentuk diagonal atau geometrik. Satu warna bisa diolah menjadi beberapa gradasi warna berbeda. Cantik dipadu dengan kebaya ataupun baju kurung.
Seiring waktu, pembatik Tionghoa Peranakan menggunakan kain batik yang ukurannya lebih kecil, bukan hanya untuk kain busana, namun untuk taplak meja, sarung bantal, hingga penutup meja altar. Karena kedinamisan bentuk, warna, dan motifnya, hingga kini batik Pesisir tetap mendapat tempat di hati penggemar batik Tanah Air terdapat beberapa motifbatik di tanah air indonesia ini dilansir tabloidnova sebagai berikut.
Motif Megamendung Batik Cirebon
Motif yang sangat dipengaruhi oleh budaya Islam dan Tionghoa ini adalah salah satu ciri khas batik Cirebon. Disebut juga motif awan-awanan sebab gambarnya memang mirip awan bergumpal dengan ragam pilihan warna cerah.
Namun, jika diperhatikan lebih detail, ada perbedaan antara motif batik Megamendung Cirebon dan Megamendung Tionghoa. Pada motif Megamendung Cirebon, garis-garis awan cenderung lancip dan membentuk segitiga, sedangkan Megamendung Tionghoa cenderung membulat.
Motif Megamendung Cirebon sarat unsur agama dan filosofi. Garis-garisnya adalah simbol kebesaran Tuhan akan perjalanan hidup manusia dari lahir hingga mati. Terlukis juga filosofi kepemimpinan dan kesejahteraan.
Batik Merah Darah Ayam Batik Lasem
Rasanya julukan The Little Tiongkok tak berlebihan ditujukan pada kota kecamatan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah ini. Di Lasem inilah orang Tionghoa pertama kali mendaratkan kaki di tanah Jawa. Di sana pula terbentuk banyak perkampungan Tionghoa.
Batik Lasem tak hanya khas pada motifnya yang merupakan perpaduan kebudayaan Indonesia-Tionghoa, namun juga pada warna merah darah ayam yang tidak dapat ditiru dan dibuat oleh pembatik lain di luar Lasem. Warna merah pekat yang cantik itu dihasilkan dari pewarna alami berupa kulit buah dan kekayuan.
Selain pengarah budaya Tionghoa, motif batik Lasem juga dipengaruhi oleh keraton Solo dan Yogyakarta, di antaranya motif kawung dan parang. Sementara motif pengaruh Tionghoa terlihat pada gambar burung hong, naga, kilin, hingga cerita Sam Pek Eng Tay.
Batik Pekalongan, Parade Warna Batik Pekalongan
Anda penyuka banyak warna, pilih saja batik Pekalongan. Dipengaruhi oleh pendatang dari Jepang, Tiongkok, dan Belanda, batik Pekalongan terlihat sangat dinamis dalam warna dan motif. Misalnya, pada waktu penjajahan Jepang, lahir batik Jawa Hokokai yang warna dan motifnya bernuansa Jepang, seperti bunga sakura dan krisan. Sedangkan pada waktu kedatangan saudagar Tionghoa, muncul motif Klangenan dan Encim.
Uniknya, Pekalongan bergelar Kota Batik lantaran bisnis yang justru dilakukan para pengusaha kecil ini sudah dilakukan turun temurun berabad-abad lamanya.
Batik Gedog dari Tuban
Terpengaruh oleh budaya Islam, Hindu, dan Tionghoa. Motifnya beragam, misalnya motif batik kijing miring yang dipengaruhi budaya Islam, motif burung hong dipengaruhi budaya Tionghoa, dan motif panji serong dari pengaruh budaya Hindu.
Sedangkan motif khas asli daerah ini adalah tema tanaman pertanian, tumbuhan laut, dan hewan laut. Selain itu, ada juga batik Gedog yang menggunakan pewarna alam berupa dedaunan dan kulit kayu secang atau mahoni untuk menghasilkan warna khas cokelat atau biru. Batik Gedog juga dibuat menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Dinamakan seperti itu karena saat pembuatan selalu terdengar suara “dog” hasil dari benturan peralatannya.
Keunikan lain batik Gedog terletak pada proses pembatikannya yang menggunakan bahan kain yang dipintal langsung dari kapas, menjadi benang, ditenun, lalu jadilah kain batik.
Garis Tegas Batik Madura
Batik Madura punya warna cerah menyolok, seperti kuning, biru, hijau, merah. Motifnya banyak, di antaranya pucuk tombak, belah ketupat, ayam bekisar, kepiting, hingga tumbuhan laut. Ukuran coraknya besar dan garisnya sangat tegas, mencerminkan karakter orang Madura.
Salah satu yang terkenal adalah Batik Gentongan yang khas dalam hal pewarnaan. Kain batik dicuci dan direndam dalam gentong berisi air yang dicampur unsur kayu, lalu disimpan hingga lebih dari sebulan agar warnanya keluar. Serta mengikuti tren batik lainnya seperti Batik Solo sebagai batik keraton. [**]