Metroterkini.com - Perwakilan ICW Riau Kabupaten Kampar, M Ikhsan. SH meminta pemerintah daerah Kabupaten Kampar, menindak tegas para Kepala Dinas yang tidak mampu bekerja, untuk menjalankan amanat undang-undang tentang perlindungan lahan gambut dan daerah aliran sungai (DAS) melalui Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Ia menegaskan, Bupati Kampar Jefry Noer, harus berani menindak tegas para Kepala SKPD, baik Kadis Perkebunan BLH dan Kehutanan. "Kita berharap mereka harus bekerja maksimal dalam mengembalikan status lahan yang telah digarap para perusahaan untuk perkebunan kelapa sawit," kata M Ikhsan, di Bangkinang, Senin (23/5).
Hal itu disampaikan M Ikhsan terkait sejumlah perusahaan perkebunan di Kampar yang kurang mengindahkah surat edaran Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kampar saat dijabat Willen Tarigan. Sebab saat ini perusahaan kebun kurang memerhatikan DAS dalam wilayah operasional perusahaan perkebunan.
Menurut M Ikhsan sesuai surat edaran perusahaan dihimbau untuk mengembalikan status lahan yang sudah mereka tanami kelapa sawit, agar melakukan pergantian tanaman keras yang berakar tunggal demi menjaganya stabilitas aliran sungai. Hal itu agar tidak terjadi abrasi atau pengikisan tebing sungai yang mengakibatkan banjir sehingga mengakibatkan kerugian serta bencana bagi masyarakat disekitanya.
Hal itu juga diamanat oleh aturan tentang pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) terpadu dalan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, tentang meningkatkan daya dukung DAS dan seluas 30 (tiga puluh) % dari total luas DAS berupa kawasan hutan.
Demikian juga dalam UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan peraturan pelaksanaannya seperti PP Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air dan Perpres Nomor 12 Tahun 2008. Juga UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa perencanaan penggunaan ruang/wilayah berdasarkan fungsi lindung & budidaya, daya dukung dan daya tampung kawasan, keterpaduan, keterkaitan, keseimbangan, dan keserasian antar sektor.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 juga ditegaskan tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, menyebutkan bahwa Pemerintah mempunyai kewenangan menetapkan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan DAS, penyusunan rencana pengelolaan DAS terpadu dan penetapan urutan DAS prioritas. Pemerintah Propinsi berwenang menyelenggarakan pengelolaan DAS lintas kabupaten/kota dan Pemerintah Kabupaten/kota menyelenggarakan pengelolaan DAS skala kabupaten/kota.
Beberapa peraturan-perundangan lain yang terkait dengan pengelolaan DAS disebutkan M Ikhsan, antara lain UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, PP Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan, PP Nomor 6 Tahun 2007 jo PP Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, dan PP Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Penyelenggaraan pengelolaan DAS juga sangat terkait dengan isu global yang telah menjadi perhatian dunia seperti konvensi tentang perubahan iklim (UNFCCC), keanekaragaman hayati (UNCBD) dan degradasi lahan (UNCCD) yang semuanya telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia. [ali]