Metroterkini.com - Polemik perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia belakangan ini terus ramai diperbincangkan publik. Meski begitu, perpanjangan kontrak perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu dinilai malah membuat pemeritahan Presiden Joko Widodo tidak solid dalam membahas isu ini.
Pengamat Pertambangan yang juga Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara, mengatakan sikap pemerintah sejak dua hingga tingga minggu terakhir dalam menyikapi Freeport dianggap tidak satu suara, terutama di tiap koordinasi kementeriannya.
"Dalam 2-3 minggu terakhir, memang tidak memberikan suatu sikap yang solid. Kalau dilihat apa yang diberikan pemerintah. (Perpanjangan kontrak Freeport) sebagaimana statement Menteri ESDM (Sudirman Said) adalah yang sudah disetujui oleh Presiden," ujar Marwan dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu 25 Oktober 2015.
Meski setelah itu, kata Marwan, pihak Istana kemudian menyatakan perpanjangan kontrak Freeport belum akan dilakukan, hal itu justru malah membuat bingung di mata masyarakat.
"Kalau kita terus menggugat Pak Sudirman (menteri ESDM), faktanya kita memang mengecam beliau. Tapi di sisi lain, hal ini atas persetujuan dari Jokowi. Jadi, ada masalah bahwa Jokowi belum bisa bersikap kesatria," katanya dilansir Viva
Marwan menjelaskan, permasalahan lain terkait tidak satu suaranya pemerintah dalam permasalahan ini, yaitu terus berbeda pendapatnya antara Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli dengan Menteri ESDM Sudirman Said.
Bahkan, kata dia, dalam hal ini Presiden Jokowi belum juga mengambil sikap untuk membereskan perseteruan kedua menteri ini.
"Lalu, hal ini Menko Maritim (Rizal Ramli) bilang ini permasalahan politik, maka dia tidak setuju. Jadi, ini malah buat Rakyat bingung. Oleh karena itu, kita ingin pemerintah solid, jangan ada malah yang jadi korban," ujarnya
Seperti diketahui, Staf Presiden Teten Masduki menegaskan, hingga kini pemerintah belum memperpanjang kontrak karya Freeport Indonesia yang akan berakhir pada 30 Desember 2021. Hal itu menanggapi adanya kesimpangsiuran informasi terkait perpanjangan kontrak karya penambangan Freeport Indonesia.
Teten juga menjelaskan mengenai pertemuan Jokowi dengan pihak Freeport beberapa waktu lalu, yang dibicarakan dalam pertemuan itu hanya menyangkut lima hal yaitu soal royalti, divestasi, peningkatan kandungan lokal, hilirisasi industri/smelter, dan pembangunan Papua.
"Presiden dan Pemerintah RI harus mematuhi Peraturan dan perundang-undangan yang berlaku saat ini, yang membatasi bahwa pengajuan perpanjangan kontrak hanya bisa dilakukan dua tahun sebelum masa kontrak berakhir," ujar Teten. [vva]