GSA Desak Pemerintah Cabut Izin PT Adei

Rabu, 07 Oktober 2015 | 00:00:08 WIB

Metroterkini.com - Ternyata hukuman yang diberikan pada pembakar hutan dan lahan dan tidak membuat perusahaan maupun perorangan menjadi jera, walau sudah beberapa perusahaan yang telah divonis bersalah namun pembakaran lahan masih tetap saja terjadi.

Misalnya yang dilakukan PT. Langgam Inti Hibrido di desa Kemang, Kabupaten Pelalawan, Riau, dan puluhan perusahaan HTR Akasia yang saat ini pimpinan perusahaan perkebunan ada yang bebas dan sudah ditahan dan izin lahannya terancam dicabut.

Karena semakin tebalnya kabut asap dan banyaknya pennyakit Ispa akibat maraknya pembakaran lahan di Riau ini, membuat banyak kalangan banyak bersuara mendesak pemerintah untuk tegas menindak perusahaan yang melakukan pembakaran lahan, untuk lebih membuat jera perusahaan ini Sekretaris Gerakan sosial Anti Korupsi (GSA) Riau,  Sabar Menanti Nainggolan, mendesak untuk mencabut pelaku terdahulu yaitu PT. Adei Plantation yang sudah berkekutan hukum.

Apalagi PT. Adei telah pernah melakukan hal yang sama dan dihukum sebanyak dua kali yaitu di Pengadilan Negri Bangkinang pada empat tahn lalu dan Pengadilan Negri Pelalawan dan saat ini perusahaan ini sedang melakukan upaya banding.

"Seharusnya yang sudah menjalani persidangan dan sudah divonis seperti PT. Adei Palntation harus dicabut izinnya agar perusahaan lain tidak melakukan hal yang sama, apalagi sudah 2 kali divonis," Jelas Sabar, Rabu (7/10/15).

Bukan itu saja manager PT. Adei disidang di Pengadilan Negri Bangkinang, sementara Tempat Kejadian Perkara (TKP) di antara dua Kabupaten ini maka jika ada HGU yang hendak diexsekusi di Pelalawan maka seharusnya minta bantuan Pengadilan Pelalawan.

Sementar itu  Aktivis lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai putusan terhadap PT Adei Plantation and Industry terlalu rendah yang telah divonis bersalah karena melakukan dan lalai terhadap kasus pembakaran lahan di Provinsi Riau tahun 2013, selama 1 tahun, apalgi masalah pembakaran lahan ini juga ernah dilakukan sebelumnya dan disidangkan di PN Kampar.

"Vonis satu tahun terhadap GM PT Adei Danesuvaran jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menghukum lima tahun penjara. Kami menilainya tidak akan menimbulkan efek jera," kata Direktur Eksekutif Walhi Riau, Riko Kurniawan pada antara di Pekanbaru.

Menurut dia, seharusnya hakim juga melihat rekam jejak PT Adei karena anak perusahaan grup Kuala Lumpur Kepong (KLK) yang bermarkas di Malaysia itu. Ia mengatakan pada 2001 perusahaan itu juga tersandung kasus kebakaran lahan di Kabupaten Kampar, Riau, dan GM PT Adei C. Gobi saat itu dijatuhi hukuman dua tahun penjara potong masa tahanan serta denda Rp250 Juta subsider enam bulan kurungan.

"Putusan yang terlalu rendah itu juga tidak memenuhi unsur keadilan terhadap masyarakat Riau yang banyak menderita karena dampak asap dari kebakaran lahan dan hutan," tegas Riko.

Ia khawatir putusan tersebut akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia terkait kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh korporasi.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pangkalan Kerinci yang diketahui Donovan Akbar menjatuhi hukuman terhadap Danesuvaran selaku General Manager PT Adei, dengan hukuman satu tahun penjara, denda Rp2 miliar subsider dua bulan kurungan. Putusan hakim lebih rendah daripada tuntutan JPU yang menuntut terdakwa Danesuvaran dengan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp5 miliar.

Sedangkan, dalam kasus yang sama dengan terdakwa PT Adei selaku korporasi, Majelis Hakim yang dipimpin Achmad Hananto menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp1,5 miliar serta dikenakan pidana tambahan sebesar Rp15 miliar untuk pemulihkan kerusakan lingkungan akibat kebakaran di daerah Desa Batang Nilo Kecil, Kabupaten Pelalawan.

Dalam sidang dengan terdakwa korporasi, pihak perusahaan diwakili oleh Tan Kei Yoong selaku Regional Director PT Adei.

Hakim Achmad Hananto menyatakan PT Adei terbukti bersalah karena melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan, sesuai dengan dakwaan Pasal 99 ayat 1 Undang-Undang (UU) No.32/2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.[basya]

Terkini