Metroterkini.com - Pada hari ini setelah terjadi penetapan status darurat bencana kabut asap, kepolisian dan pemerintah kembali getor mengejar pelaku pembakar Lahan dan hutan (Karlahut) ini, sementara tersangka yg sudah diputus bersalah oleh pengadilan Negri Pangkalan Kerinci masih melakukan banding untuk membuktikan perusahaan warga malaysia ini tidak bersalah, namun ironisnya pelaku ini malah tidak ditahan dan berkeliaran dengan aman kemana saja.
Sangat disayangkan memang penegakan dan sangsi hukum pada pelaku ini tidak membuat efek jera pada pelaku, dan kejadian ini akan terus berulang, hingga masyarakat lemah yang akan merasakan dampaknya, bahkan tidak sedikit uang negara habis untuk mengatasi ulah pelaku Karlahut ini, dibandingkan denda tidak ada satu persen bisa menutupi kerugian ini.
Masyarakat peduli api Pelalawan, yang juga Kordinator Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan (FKPPI), H. Barus, menyayangkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia, terutama pada pelaku pembakar lahan uang sudah terbukti di Pengadilan, seperti PT Adei Plantation and Industry yang tereltak di desa Telayap, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan, Riau.
Ditengah sibuknya memadamkan api di Kota Pangkalan Kerinci, Barus mengerutu terhadap perusahaan ini, apalagi terdengar dalam masa tahanan sebagai terpidana kasus pembiaran pembakaran lahan sawit 2013 lalu itu yang sudah divonis hakim itu bos PT. Adei diduga masih berkeliaran hinga ke Malaysia, dia minta tuntutan terhadap PT. Adei ditinjau ulang.
"Apalagi vonis hukumannya sangat lemah, dan dendanya yang sedikit ini tidak akan membuat kapok perusahaan lain untuk membakar lahan atau melakukan pembiaran lahanya terbakar," Ujarnya.
Terhadap sakitnya menghirup asap yang semakin tebal ini, Barus minta persiden Jokowi melalui KLH Siti Nurbaya untuk mengembalikan lahan PT. Adei yang banyak mengarap lahan gambut ini menjadi hutan, dan seluruh kanal pembuangan air gambut ditutup.
"Apalagi banyak anak sungai dijadikan kanal dan pembuangan air gambut, yang menyebabkan ikan menjadi berkurang," Jelasnya.
Ketika dikonfirmaskan pada General Menejer PT Adei Plantation and Industry, Danesuvaran KR Singham pada Selasa (15/9/15), terkait sedikitnya denda pada vonis hakim dan pengembalian lahan gambut menjadi hutan, dia memilih diam mengutus humasnya mengajak wartawan minum kopi.
Berdasarkan pantauan dilokasi kebun warga Malaysia ini, terlihat banyak anak sungai dijadikan kanal dan hutan disekeliling anak sungai itu ditebang dan dijadikan tanaman sawit, kalau diamati sungai yang dahulunya sebagai pencarian hidup nelayan sudah menghilang dan akses sungai menuju sungai besar seperti sungai Kampar terputus.(basya)