Metroterkini.com - Februari bakal mengalami hari lebih banyak dibanding biasanya lantaran 2024 merupakan tahun kabisat imbas pembulatan durasi putaran Bumi mengelilingi Matahari.
Tahun Kabisat adalah tahun yang habis dibagi empat dan habis dibagi 400. Tahun ini memiliki hari yang lebih panjang, yakni 366 hari, sedangkan normalnya 365 hari.
Satu hari tambahan itu adalah tanggal 29 Februari yang cuma terulang empat tahu sekali alias leap day. Pada tahun-tahun normal, Februari biasanya berakhir di tanggal 28 dan langsung masuk ke 1 Maret.
Selain kalendar Gregorian atau Masehi, kalendar Ibrani, kalendar Islam, kalender China, dan Kalendar Ethiopia juga mempunyai tahun kabisatnya masing-masing.
Namun, tahun-tahun pada kalendar di atas tidak semuanya datang setiap empat tahun sekali dan sering terjadi pada tahun yang berbeda dengan tahun kabisat dalam kalender Gregorian.
Beberapa kalender juga memiliki beberapa hari kabisat atau bahkan bulan kabisat yang diperpendek.
Selain tahun kabisat dan hari kabisat, kalender Gregorian juga memiliki beberapa detik kabisat, yang secara sporadis ditambahkan ke tahun-tahun tertentu, terakhir pada tahun 2012, 2015, dan 2016.
Namun, Biro Internasional Berat dan Ukuran (IBWM), yang merupakan organisasi yang bertanggung jawab atas ketepatan waktu global, akan menghapuskan detik kabisat mulai 2035 dan seterusnya.
Alasan perlunya tahun kabisat
Tahun kabisat, melansir LiveScience, ada karena satu tahun dalam kalender Gregorian sedikit lebih pendek daripada tahun Matahari, yaitu jumlah waktu yang dibutuhkan Bumi untuk mengorbit Matahari sepenuhnya satu kali.
Satu tahun kalender panjangnya tepat 365 hari. Namun, satu tahun Matahari kira-kira panjangnya 365,24 hari, atau 365 hari, 5 jam, 48 menit, dan 56 detik.
Jika tidak memperhitungkan perbedaan ini, National Air and Space Museum mengungkap dampaknya ada pada pergeseran waktu musim. Selain itu, dalam 700 tahun, musim panas di belahan Bumi utara akan dimulai pada Desember, bukan Juni.
Menambahkan hari kabisat setiap tahun keempat akan menghilangkan sebagian besar masalah pergeseran waktu ini. Dengan hari tambahan, yakni 366 hari karena ada 29 Februari, jumlahnya bakal hampir sama dengan selisih yang terakumulasi selama waktu tersebut.
Namun, sistem ini masih belum sempurna lantaran kita memperoleh lebih kurang 44 menit tambahan setiap tahunnya atau setara satu hari setiap 129 tahun.
Untuk mengatasi masalah ini, kita melewatkan tahun kabisat setiap seratus tahun kecuali tahun kabisat yang habis dibagi 400, seperti 1600 dan 2000.
Walau begitu, masih ada perbedaan kecil antara tahun kalender dan tahun Matahari, itulah sebabnya IBWM telah bereksperimen dengan detik kabisat.
Secara keseluruhan, tahun kabisat berarti kalender Gregorian tetap sinkron dengan perjalanan Bumi mengelilingi Matahari.
Sejarah tahun kabisat
Sejak tahun 45 sebelum masehi, tahun kabisat sudah ada. Yakni, ketika kaisar Romawi Kuno Julius Caesar menetapkan kalendar Julian yang terdiri dari 365 hari dengan 12 bulan.
Kalender Julian mencakup tahun kabisat setiap empat tahun tanpa kecuali dan disinkronkan dengan musim di Bumi berkat "tahun terakhir kebingungan" pada tahun 46 SM, yang mencakup 15 bulan dengan total 445 hari, menurut University of Houston.
Selama berabad-abad, tampaknya kalender Julian bekerja dengan sempurna.
Pada pertengahan abad 16, para astronom memperhatikan bahwa musim dimulai sekitar 10 hari lebih awal dari perkiraan ketika hari libur penting, seperti Paskah, tidak lagi dibarengi dengan peristiwa tertentu, contohnya ekuinoks musim semi.
Untuk mengatasi hal ini, Paus Gregorius XIII memperkenalkan kalender Gregorian pada tahun 1582, yang sama dengan kalender Julian tetapi dengan pengecualian tahun kabisat untuk sebagian besar tahun ke seratus.
Selama berabad-abad, kalender Gregorian hanya digunakan oleh negara-negara Katolik, seperti Italia dan Spanyol. Akhirnya, negara-negara Protestan, seperti Inggris Raya, turut mengadopsinya pada 1752.
Karena perbedaan kalender, negara-negara yang kemudian beralih ke kalender Gregorian harus melewatkan hari-hari agar dapat melakukan sinkronisasi dengan negara-negara lain di dunia.
Misalnya, menurut Royal Museums Greenwich, ketika Inggris bertukar kalender pada 1752, 2 September diikuti oleh 14 September.
Di masa depan, kalender Gregorian kemungkinan harus dievaluasi ulang karena tidak sinkron dengan tahun Matahari. Namun, hal ini memerlukan waktu ribuan tahun untuk terealisasi.**