Heboh, Studi Sebut Ganja Bisa Jadi Obat COVID-19

Heboh, Studi Sebut Ganja Bisa Jadi Obat COVID-19

Metroterkini.com - Sebuah studi ilmiah baru-baru ini, yang menguji efektivitas senyawa ganja pada infeksi COVID-19, viral di internet. Studi tersebut mengklaim ganja menjanjikan untuk melawan COVID-19.

Dalam penelitian yang diterbitkan oleh Journal of Natural Products, para ilmuwan dari Oregon State University mengidentifikasi dua senyawa ganja yang pada dasarnya dapat mengikat protein virus Corona hidup dan menghalanginya memasuki sel manusia dan menyebabkan infeksi.

Para peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan senyawa ini potensial menjadi pelengkap vaksin, dan dapat digunakan untuk mengobati atau mencegah infeksi COVID-19.

"Tersedia secara hayati dan dengan sejarah panjang penggunaan yang aman oleh manusia, cannabinoid ini, diisolasi atau dalam ekstrak rami, memiliki potensi untuk mencegah serta mengobati infeksi oleh SARS-CoV-2," tulis studi tersebut seperti dikutip dari WTSP.com.

Seperti yang diprediksi, temuan ini menimbulkan kehebohan di internet. Banyak pula yang euforia menyambut gagasan bahwa ganja dapat membantu mengakhiri pandemi.

Saking viralnya, kehebohan berita tentang penelitian ini bahkan sampai ke pembawa acara talk show di AS, "Late Night", Jimmy Kimmel.

"Ini akan menarik. Selama ini kita mendengarkan CDC, seharusnya kita makan CBD (cannabinoid)," canda Kimmel.

Beberapa peneliti lainnya pun mengatakan temuan ilmiah itu menarik, namun dibutuhkan lebih banyak pengujian dan uji klinis pada manusia.

Dr. Mikael Sodergren, yang mengepalai kelompok penelitian ganja medis di Imperial College London, Inggris mengatakan, belum ada data yang membuktikan senyawa ganja dapat mencegah infeksi COVID.

"Tidak ada bukti yang mendukung bahwa merokok atau konsumsi produk ganja bisa melakukan hal yang sama (mengobati COVID-19)," sebutnya.

Selain itu, menurut Richard van Breemen, peneliti yang memimpin penelitian ini, senyawa yang digunakan dalam tes laboratorium tidak sama dengan yang biasa kita lihat di berbagai produk rami dan CBD yang bisa didapatkan di toko (di negara yang melegalkan penggunaan ganja).

"CBDA dan CBGA diproduksi oleh tanaman rami sebagai prekursor CBD dan CBG, yang akrab bagi banyak konsumen. Namun, mereka berbeda dari segi asam dan tidak terkandung dalam produk rami," kata Breemen.

Breeman mengatakan, bagaimanapun, timnya ingin terus menguji apa yang oleh sebagian orang disebut senyawa non-konvensional ini, yang dapat mengarah pada pengobatan COVID-19.

"Penelitian kami sebelumnya melaporkan penemuan senyawa lain, satu dari licorice, yang juga mengikat protein spike. Namun, kami tidak menguji senyawa itu, licochalcone A, untuk aktivitas melawan virus hidup Belum. Kami membutuhkan dana baru untuk (meneliti) itu," tutupnya. [dtc-mtc]

Berita Lainnya

Index