Metroterkini.com - Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti dan Forkopimda mengikuti rapat Konsultasi terkait masalah Penetapan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB), bersama Wakil Menteri ATR RI, Gubernur Riau, DPD/MPR RI dan pihak terkait lainnya, dalam pertemuan itu Bupati Kepulauan Meranti H. Muhammad Adil SH, tegas menolak penetapan PIPPIB diwilayah Kepulauan Meranti karena dinilai menghambat pembangunan dan menekan ekonomi masyarakat yang semakin terpuruk dimasa Pandemi Covid-19 ini. Bertempat diruang Rapat Paripurna DPRD Meranti, Selasa (22/6/2021).
Hadir dalam kegiatab ini, Wakil Menteri Angraria dan Tata Ruang RI Dr. Surya Tjandra, S.H LL.M, Gubernur Riau Drs.H. Syamsuar M.Si, Bupati Kep. Meranti H. Muhamamd Adil SH, Wakil Bupati AKBP (Purn) H. Asmar, Anggota DPD/MPR RI Dr. Hj. Intsiawati Ayus SH MH, Wakil Ketua Komisi I DPD MPR RI Fernando Sinaga, Ketua DPRD Meranti Jack Ardiansyah, Kepala Badan Informasi Geopasial M. Aris Rifai, Kakanwil BPN Provinsi Riau M. Syahrir SH MM, Sekretaris Daerah Kep. Meranti Dr. Kamsol MM, Kakantah. Kab. Kepulauan Meranti Doni Syahrial M.Si, Ketua dan Anggota Komisi I DPRD Kep. Meranti, Kepala OPD Dilingkungan Pemkab. Meranti, Perwakilan Notaris, Perusahaan (Sagu, Arang, Kopi, Galangan Kapal), Perbankan, Tokoh Masyarakat/Agama dan lainnya.
Melalui rapat konsultasi tersebut, Bupati H.M Adil berharap, dapat memberikan solusi atas masalah PIPPIB di Meranti yang dinilai sangat merugikan Meranti karena menyebabkan terhambatnya pembangunan daerah dan tekanan ekonomi masyarakat.
Selain itu agar kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian LHK tersebut tidak menjadi kendala Pemda dalam melakukan pengembangan wilayah Kabupaten dalam rangka percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa hingga Perkotaan, menuju Meranti Maju, Cerdas dan Bermartabat.
Bupati juga menilai kebijakan PIPPIB diwilayah Kepulauan Meranti sangat tidak beralasan karena lahan masyarakat yang dikelola selama puluhan tahun bahkan area perkantoran yang kini menjadi pusat pemerintahan di Kepulauan Meranti masuk dalam kawasan PIPPIB.
"Yang kita tempati saat ini adalah lahan gambut yang masuk kawasan PIPPIB artinya kami semua tinggal dikawasan hutan," ucap Bupati Adil dengan nada kesal.
Kebijakan PIPPIB sesuai Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019, menurutnya lebih banyak menimbulkan masalah bagi daerah, pemerintah susah untuk membangun karena terkendala wilayah PIPPIB, lahan masyarakat tidak bisa diagunkan ke Bank untuk mendapatkan modal usaha dan masih banyak lagi.
Dan Bupati menegaskan hanya satu kata yang layak diperjuangkan dan harus dilakukan yakni menolak PIPPIB diwilayah Kepulauan Meranti untuk memberikan kepastian hukum atas lahan-lahan masyarakat.
"Yang kami inginkan adalah menolak penetapan PIPPIB diwilayah Kepulauan Meranti," tegas Bupati dihadapan Wamen ATR dan Anggota DPD RI Perwakilan Riau.
"Saya minta kawasan PIPIB ini ndak usah ada lagi, jangan buat hati masyarakat Meranti makin sakit," ucapnya lagi.
Pernyataan Bupati tersebut mendapat dukungan penuh dari Gubernur Riau H. Syamsuar, ia berharap dengan kehadiran Wamen ATR di Meranti dapat menjembatani aspirasi masyarakat langsung ke Presiden.
"Karena sesuai perintah Presiden untuk urusan perizinan tidak boleh berlama-lama dan PIPPIB membuat semuanya menjadi terkendala, investasi terhambat yang pada akhirnya berdampak pada lambatnya pertumbuhan ekonomi masyarakat Riau khususnya Kepulauan Meranti," ucap Gubri.
Menyikapi masalah PIPPIB tersebut, diakui oleh Anggota DPD/MPR RI, Intsiawati Ayus telah menjadi prioritas untuk dituntaskan dan Komite DPD RI tidak ingin kebijakan yang dinilai mengebiri hak masyarakat tersebut berlarut-larut tanpa ada penyelesaian.
Setelah mendengarkan semua keluhan dan masukan berbagai pihak Wamen ATR RI Dr. Surya Tjandra bersama jajaran BPN Se-Kabupaten Kota di Riau juga mendukung usulan Bupati H.M Adil untuk segera menuntaskan masalah PIPPIB di Kepulauan Meranti dan daerah lainnya di Indonesia. Bahkan Wamen Surya Tjandra berencana akan menjadi Kepulaun Meranti sebagai Pilot Project penyelesaian masalah PIPPIB di Indonesia.
Iapun berharap dua Kementrian yakni Kementrian LHK, Kementrian ATR dan Pemerintah Daerah bersama Stake Holders dapat satu suara bergandeng tangan untuk menyelesaikan masalah PIPPIB.
Dalam pertemuan itu sesuai kesepakatan sementara menghasilkan beberapa poin yang akan dibawa kerapat tingkat Nasional yakni :
1. DPD RI, Kementrian ATR/BPN, Kementrian LHK BPKH Pekanbaru, Badan Informasi Geospasial, Pemprov Riau, Pemkab. Meranti mendukung penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut untuk menyelamatkan keberadaa hutan alam primer dan lahan gambut.
2. Memahami adanya perbedaan antara PIPPIB dengan kondisi fisik dilapangan serta memperhatikan perubahan tara ruang, masukan dari masyarakat, pembaharuan data perizinan dan hasil survei kondisi lapangan perlu dilakukan klarifikasi.
3. Permohonan klarifikasi terhadap PIPPIB dan status lahan secara kolektif dikoordinasikan ole kantor pertanahan seteat kepada direktur jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Cq. Direktur Inventarisir dan pemantauan SDH.
4. Mekanisme revisi PIPPIB dilakukan dengan melampirkan peta analis penatagunaan tanah dari kementrian ATR/BPN RI melalui Kantor Pertanahan setempat.
5. Komite I DPD RI memberikan rekomendasi kepada Pemkab. Meranti utnuk membentuk Tim Kerja Penyelesaian PIPPIB.
6. Tim Kerja penyelesaian PIPPIB terdiri dari Kecamatan, Kelurahan/Desa untuk melakukan pendataan bidang tanah yang belum bersertifikat.
7. Kegiatan Tim Kerja penyelesaian PIPPIB didaerah meliputi kegiatan pendataan dan pemetaan dengan memggunakan anggaran daerah.
8. Komite I DPR RI akan melakukan monitoring pelaksanaan tugas tim kerja sebagai bahan rapat kerja dengan Kementrian LHK, ATR/BPN dan Kemendagri.
Sekedar informasi sehubungan dengan terbitnya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019, tanggal 7 Agustus 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut dan telah ditetapkannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : SK.851/MENLHK/PKTL/IPSDH/PLA.1/2/2020 terkait PIPPIB Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Tahun 2020 Periode 1 tanggal 26 Februari 2020 menimbulkan kendala bagi Kabupaten Kepulauan Meranti, dimana berdasarkan hasil kajian sangat menyulitkan dan bahkan sangat menghambat pelaksanaan pengembangan pembangunan, khususnya di bidang pertanian, perkebunan, dan bidang lainnya yang pada dasarnya merupakan potensi bagi daerah padahal potensi ini merupakan penyumbang pertumbuhan perekonomian pedesaan sampai perkotaan.
Dijelaskan Bupati total luas kawasan hutan di Kabupaten Kepulauan Meranti adalah 260.654,32 ha (71,67 %) dari total luas Kabupaten Kepulauan Meranti, sedangkan luas kawasan non hutan atau Areal Penggunaan Lain (APL) adalah 100.027,53 ha (27,5 %). Dari Luas APL tersebut sebanyak 81.555,38 ha termasuk ke dalam moratorium gambut (PIPPIB) tahun 2020.
Luas areal penggunaan lain yang benar-benar bisa digunakan dan aman untuk pelaksanaan kegiatan Pemerintah Daerah hanya seluas 16.072,15 ha saja atau sekitar 4.42 % dari total luas daratan Kabupaten Kepulaun Meranti.
Dengan areal yang bisa dikelola hanya tinggal seluas 16.072,15 ha tersebut tentunya akan menyulitkan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti untuk melaksanakan pembangunan, sebab jika hanya mengandalkan sektor hulu pertanian tanpa diikuti pengembangan industri hilir akan menyebabkan Meranti sebagai Kabupaten baru akan selalu tertinggal, termiskin dan terbelakang. [red]