Metroterkini.com - Layanan pesan instan Telegram belakangan tengah naik daun karena digadang-gadang lebih "aman" ketimbang WhatsApp soal urusan data pribadi. Namun, baru-baru ini, Telegram justru menjadi penyebab di balik pengajuan gugatan terhadap Apple.
Mantan Duta Besar Marc Ginsberg bersama organisasi nirlaba non-partisan Coalition for a Safer Web (CSW) resmi menggugat Apple ke Pengadilan Distrik Utara California karena tidak meghapus Telegram dari toko aplikasinya, App Store.
Menurut keduanya, Telegram digunakan untuk menyebarkan konten kekerasan, ekstremis, teroris, dan konten kebencian. Dalam gugatan tersebut, Apple dinilai gagal mengikuti kebijakan dan pedomannya sendiri. Telegram juga diklaim sebagai platform yang juga digunakan untuk koordinasi penyerbuan Gedung Capitol di Washington DC.
Sikap Apple terhadap Telegram dinilai berbeda dibandingkan pada Parler, media sosia yang konon digunakan juga oleh penyerang Gedung Capitol. Parler sendiri sudah dihapus dari App Store. Sikap yang dianggap sebagai "pilih kasih" inilah yang menjadi salah satu dasar gugatan terhadap Apple.
"Apple tetap mengizinkan Telegram tersedia di App Store terlepas dari pengetahuan Apple bahwa Telegram digunakan untuk mengintimidasi, mengancam, dan memaksa anggota masyarakat," isi gugatan sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Apple Insider, Selasa (19/1/2021).
Oleh karena itu, CSW dan Ginsberg menuntut Apple untuk memeriksa Telegram secara cermat dan menghapus Telegram dari toko aplikasinya, seperti Parler. Dilaporkan juga bahwa CSW berencana melakukan tuntutan serupa agar Telegram dihapus dari Google Play Store.
Tuduhan lain Sebelum gugatan ini dilayangkan ke pengadilan, pada Juli 2020, Ginsberg yang juga presiden dari CSW megaku pernah meminta Apple untuk menghapus Telegram karena alasan menghasut adanya kekerasan ekstremis. Namun, permintaan ini tidak dikabulkan oleh Apple.
Pada Juni 2020, CSW juga menuduh Telegram digunakan sebagai saluran komunikasi pemerintah Rusia untuk menyebarkan misinformasi dan perpecahan rasial di Amerika Serikat dan Eropa.
Selain itu, CSW juga menuduh Telegram digunakan oleh kelompok anti-hitam dan anti-semit untuk menyebarkan konten tanpa dimoderasi. Telegram juga disangkakan digunakan sebagai platform koordinasi dan menghasut adanya penyerbuan sebelum pelantikan Presiden terpilih Joe Biden. [kmc-mtc]