Metroterkini.com - Perdana Menteri (PM) Malaysia, Mahathir Mohamad, akan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengungkapkan kekhawatiran soal kabut asap lintas-perbatasan dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar tidak menyoal rencana tersebut.
"Ya nggak apa-apa, Pak Presiden sudah tahu kok, saya sudah lapor, adu stasiunnya (stasiun pemantau) sekalian bukan hanya data," ujar Siti usai mengikuti rapat koordinasi di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (13/9/2019).
Siti menegaskan siap untuk adu data dengan Malaysia terkait kabut asap di lintas-perbatasan. Tak tanggung-tanggung Siti juga mengajak pemerintah Malaysia untuk melihat stasiun pemantau kualitas udara milik BMKG.
"Oh mau banget saya (adu data). Justru bukan hanya datanya tapi metodenya, ayo. Kalau perlu stasiunnya dilihat bareng-bareng, adu aja," lanjutnya.
Lebih lanjut, Siti juga menampik kabar bahwa titik api di Serawak Malaysia hanya ada di lima titik sedangkan di Indonesia berjumlah ratusan. Menurut Siti, Serawak tidak bisa dibandingkan dengan satu Pulau Kalimantan.
"Sekarang saya baca lagi ada berita katanya di Serawak hotspot-nya sedikit cuma ada 5, di Indonesia ratusan. Ya iya terang aja orang Indonesia luas. Masa mau dibandingin Serawak dengan seluruh Kalimantan gitu loh," lanjutnya.
Sementara itu, Kepala BMKG Dwikorita juga mengungkapkan perbedaan data yang digunakan oleh Malaysia dengan Indonesia. Dwi mengatakan perbedaan jarak pemantauan antara Indonesia dan Singapura yang menjadi rujukan Malaysia berbeda dari ketinggian pengukuran udara. Namun demikian, apabila disandingkan hasil tetap sama.
"Jadi betul sekali yang disampaikan Ibu Menteri (LHK) itu persoalan-persoalan dari tanggal 3 September sampai tanggal 7 September dan sebetulnya, meskipun metode pemantauannya dari segi ketinggian tidak sama tatapi hasilnya kalau kita sandingkan hasilnya itu sama, baik hasil analisis BMKG dan hasil analisis Singapura," kata Dwikorita.
Dwi mengatakan pemantauan yang dilakukan oleh Singapura setiap 24 jam sekali. Sedangkan yang dilakukan Indonesia setiap jam. Sehingga pihak Malaysia menilai adanya kabut asap yang mengarah ke wilayahnya.
"Dari hasil Singapura karena metodenya satu kali update-nya satu kali update dalam 24 jam. Mereka mengatakan terjadi sehingga interpretasinya terjadi 24 jam. Padahal lebih detail kurang lebih selama 1, 2 jam, itu sampai tanggal 7," lanjutnya.
Lebih lanjut, Dwi mengatakan arah kabut asap itu terjadi pada tanggal 5 September sekitar pukul 15.00 WIB hingga 16.00 WIB. Pergerakan kabut asap ke wilayah Malaysia hanya berlangsung selama satu jam, sedangkan Singapura mencatat selama 24 Jam. Maka terjadi kesalahan dalam interpretasi.
"Pada tanggal itu tidak ada asap dari Sumatera ke Semenanjung Malaysia, hasilnya sama. Tetapi beritanya ada. Nah dari pengamatan BMKG pada tanggal-tanggal itu terjadi tanggal 5 (September) jam 3 sore dan 4 sore ada asap dari asap Kalbar ke Serawak hanya di jam itu. Sebelum dan sesudahnya tidak ada," lanjutnya.
Sementara itu, Dwi mengatakan hingga saat ini BMKG akan terus memantau arah pergerakan kabut asap akibat karhutla di Sumatera dan Kalimantan. Berdasarkan data pada pukul 08.00 WIB pagi ini, asap mulai masuk ke Semenajung Malaysia. Namun BMKG akan terus memantau arah asap itu.
"Dan kami pantau setiap jam terakhir pagi hari ini jam 8 pagi, mulai masuk ke Semenanjung Malaysia. Tetap ini masih kita pantau setiap jam karena perubahan setiap jam kalau memang masuk kami sampaikan itu mulai masuk," kata dia.
PM Malaysia, Mahathir Mohamad, akan mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi untuk mengungkapkan kekhawatiran soal kabut asap lintas-perbatasan. Surat ini akan dikirim di tengah saling silang kedua negara terkait karhutla yang memicu kabut asap.
Seperti dilansir Reuters, Jumat (13/9/2019), surat soal kabut asap dari Mahathir untuk Jokowi ini diungkapkan oleh Menteri Lingkungan Malaysia, Yeo Bee Yin, kepada wartawan setempat. Yeo Bee Yin menyebut surat akan dikirimkan segera.
"Saya telah berdiskusi dengan Perdana Menteri dan beliau sepakat untuk menulis surat kepada Presiden Jokowi untuk menarik perhatiannya pada isu kabut asap lintas-perbatasan," ungkap Yeo Bee Yin. [***]