Metroterkini.com - Sungguh tragis Sekolah SMP di Kampar Riau terbuat dari kayu sudah lapuk tapi masih dimanfaatkan karena sekolah itu kekurangan lokal.
Seharusnya diera pemerintahan Jokowi ini masih ada sekolah yang memprihatinkan itu sudah tidak ada lagi, sebab komitmen Pemerintah Pusat maupun daerah katanya serius mengurus pendidikan, tapi masih ada sekolah seperti kandang sapi.
Kenapa demikian sebab ada 64 siswa termasuk guru di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 01 Tapung Hulu, kabupaten Kampar, Riau, setip masuk lokal selalu merasa was-was, pasalnya lokal mereka yang terbuat dari kayu ini nyaris rubuh karena lapuk dimakan usia.
Salah seorang wali murid sekolah itu, Nurjaman mengaku saat ini anaknya sangat ketakutan dan butuh tambahan lokal, sebab dua lokal yang terbuat dari kayu sudah lapuk dan nyaris rubuh kalau dilihat lokal ini sudah tidak layak dipakai lagi.
Dia berharap wartawan menyampaikan pada dinas Pendidikan di Bangkinang dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta atau langsung pada jokowi.
"Tolong pak sampaikan pada Kepala Dinas Pendidikan atau pak Jokowi presiden kita yang komit menomor satukan pnedidikan, katakan kalau dua lokal Kampar, Riau tepatnya di Tapung Hulu tak layak lagi dipakai," kata Nurjaman, Minggu pada okeline.com.
Kalau dilihat lokal seperti yang disebutkan Nurjaman ini memang benar adanya, pondasi sekolah ini sudah gantung, lantai pecah-pecah sementara papan penyangga sudah dimakan rayap, dimana kalau diterpa angin kencang dipastikan lokal ini ambruk.
Selain sangat membutuhkan lokal, sekolah ini dikatakannya, juga sangat membutuhkan Mandi Cuci Kakus (MCK) atau Water Closet (WC) sebab dengan murid lebih dari 600 orang, MCK yang ada sekarang kelebihan kapasitas.
"Kalau waktu istirahat banyak siswa antri masuk WC, bahkan tak jarang siswa laki-laki masuk semak belakang seklah untuk buang air kecil," katanya.
Kalau dihitung jumlah semua lokal hanya 15 lokal, sementara sekolah memiliki 19 Rombongan belajar (rombel), apalagi dua diantara ke 15 lokal itu dimanfaatkan untuk Musholla dan labor, jadi sekolah itu tinggal 13 lokal dan dua diantaranya nyaris ambruk.
Atas keluhan wali murid ini, awak media yang mencoba berkunjung kesekolah tersebut mendatangi murid yang kebetulan sedang keluar jam istirahat bernama Mardianto, salah seorang siswa mengaku ketakutan belajar dilokal yang hampir roboh itu.
"Saya tukut kalau ada anggin tiang atau dindingnya nimpa saya, walau dalam ketakutan saya harus tetap sekolah karena saya ingin pintar," kata Mardianto.**