Pemutihan Lahan Sawit Ilegal: Bukan Dihukum, Malah Diberi Hadiah

Ahad, 09 Juli 2023 | 19:12:00 WIB

Metroterkini.com - Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan ada 3,3 juta hektar lahan sawit ilegal berada di dalam kawasan hutan. Luas lahan ilegal yang sangat besar tersebut pasti sudah berlangsung sangat lama, dan terkesan ada pembiaran dari pemerintah.

Pemerintah seharusnya segera menindak pengusaha-pengusaha nakal tersebut. Tetapi, bukannya menindak, pernyataan pemerintah malah sebaliknya. Pemerintah mengatakan akan “memutihkan” kebun sawit ilegal yang menyerobot kawasan hutan tersebut.

Menurut Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), ini adalah kontradiksi yang dilakukan oleh pemerintah. “Artinya, para kriminal dan penjarah kawasan hutan tersebut bukannya dihukum, tapi malah mau diberi hadiah, dengan melegalkan tindakan kriminalnya,” ujar Anthony, Minggu (9/7/2023).

Padahal, menurut Anthony, tindakan menjarah lahan dijadikan kebun sawit  ilegal itu jelas merugikan keuangan negara, merugikan perekonomian negara, dan merusak lingkungan. 

“Pemerintah justru hendak memutihkan, asalkan bayar denda administratif dan menyetor pajak. Pemerintah berdalih, sudah sesuai Pasal 110A dan 110B UU Cipta Kerja,” kata Anthony. Pernyataan dan logika pemerintah ini sangat tidak normal. Bagaimana bisa, sebuah tindak pidana diganjar dengan hadiah?

Dia menekankan, pemerintah tidak bisa “memutihkan” perkebunan sawit ilegal di kawasan hutan. Ada beberapa alasan untuk itu. Pertama, Pasal 110A hanya berlaku bagi mereka yang sudah mempunyai Perizinan Berusaha di dalam kawasan hutan. Sedangkan Perizinan Berusaha di dalam kawasan hutan pasti bukan untuk perkebunan sawit. Artinya, perkebunan sawit di dalam kawasan hutan pasti tidak mempunyai Perizinan Berusaha di dalam kawasan hutan, sehingga Pasal 110A tidak berlaku bagi mereka.

Kedua, Penggunaan Kawasan Hutan tidak boleh mengubah fungsi pokok Kawasan Hutan (pasal 38, ayat (2)). Sehingga Pasal 110B UU Cipta Kerja tidak bisa dijadikan alasan untuk memberi Perizinan Berusaha kepada pengusaha sawit, dengan mengubah fungsi pokok kawasan hutan menjadi perkebunan.

Pasal 105, huruf a, UU Cipta Kerja mengatakan, setiap Pejabat yang menerbitkan Perizinan Berusaha di dalam Kawasan Hutan dan/ atau Perizinan Berusaha terkait penggunaan Kawasan Hutan di dalam Kawasan Hutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dipidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda paling sedikit satu miliar rupiah dan paling banyak sepuluh miliar rupiah.

“Artinya, pejabat yang memberi Perizinan Berusaha perkebunan sawit di dalam kawasan hutan dapat pidana seperti dimaksud pasal ini,” imbuhnya.

Ketiga, penggunaan Kawasan Hutan tanpa Perizinan Berusaha, atau penggunaan Perizinan Berusaha yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian Perizinan Berusaha di dalam kawasan hutan, termasuk kategori Perusakan Hutan (Pasal 1, butir 3). “Artinya, perkebunan sawit di kawasan hutan tanpa ada Perizinan Berusaha, termasuk Perusakan Hutan,” katanya.

Keempat, setiap orang yang mengerjakan, menggunakan dan/atau menduduki Kawasan Hutan secara tidak sah (Pasal 50 ayat (2), huruf a), dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp7,5 miliar.  Perkebunan sawit di kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha masuk kategori ini.

Kelima, Pasal 110A dan Pasal 110B tidak bisa menghilangkan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara seperti dimaksud UU tentang Tindak Pidana Korupsi.

Anthony memberikan gambaran ideal, mestinya para pemilik kebun sawit ilegak diperlakukan sama dengan Surya Darmadi, bos Duta Palma Group. Surya  divonis 15 tahun penjara (ditambah denda), karena terbukti menggunakan kawasan hutan secara ilegal untuk perkebunan sawit. “Adapun luas lahan ilegal tersebut hanya 37.095 hektar, sangat kecil kalau dibandingkan dengan 3,3 juta hektar lahan ilegal yang mau diputihkan pemerintah,” pungkasnya. [**]

Terkini