Metroterkini.com - Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani, Yustinus Prastowo memberikan klarifikasi terkait pernyataan pesinden Soimah soal pengalaman buruknya bersama petugas pajak. Ia juga memberikan cerita lengkap tentang hal tersebut berdasarkan sepengetahuannya.
Ia mengatakan, hal ini bermula pada pembelian rumah Soimah tahun 2015 lalu. Ia menduga, orang yang disebut berinteraksi dengan Soimah adalah petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Pemerintah Daerah (Pemda) setempat.
"Mengikuti kesaksiannya di notaris, patut diduga yang berinteraksi [dengan Soimah] adalah petugas BPN dan Pemda, yang berurusan dengan balik nama dan pajak-pajak terkait BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan) yang merupakan domain Pemda," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/4).
Menurutnya, jika kejadian itu melibatkan petugas pajak, biasanya anggota di lapangan hanya memvalidasi.
"Jika pun ada kegiatan lapangan, itu adalah kegiatan rutin untuk memastikan nilai yang dipakai telah sesuai dengan ketentuan, yaitu harga pasar yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Tentu ini perlu dikonfirmasi ke pengalaman Soimah sendiri," ucapnya.
Ia juga sedikit berguyon menanggapi pernyataan Soimah terkait aksi 'gebrak meja' dari petugas pajak saat ke kediamannya.
"Jika ada yang gebrak meja, jangan-jangan ini pemilik Soto Gebrak Madura yang kita sangka sedang marah, padahal ramah," kata Yustinus.
Ia juga turut membahas mengenai kedatangan petugas pajak yang dikatakan membawa debt collector, lalu masuk rumah untuk melakukan pengukuran pendopo, termasuk pengecekan detail bangunan. Baginya, itu adalah kegiatan normal berlandaskan pada surat tugas yang jelas.
"Memang membangun rumah tanpa kontraktor dengan luas di atas 200 m2 terutang PPN 2 persen dari total pengeluaran. UU mengatur ini justru untuk memenuhi rasa keadilan dengan konstruksi yang terutang PPN. Petugas pajak bahkan melibatkan penilai profesional agar tak semena-mena," kata dia.
Dengan begitu, tak heran jika kemudian pengerjaannya terbilang lama dan mendetail.
"Hasilnya, nilai bangunan ditaksir Rp4,7 M, bukan Rp50 M seperti diklaim Soimah. Dalam laporannya sendiri, Soimah menyatakan pendopo itu nilainya Rp5 M," ucapnya lagi.
Pesinden Soimah berkeluh kesah tentang pengalaman buruknya bersama dengan petugas pajak. (CNN Indonesia/Muhammad Feraldi)
Ia juga menegaskan bahwa kesimpulan dan rekomendasi petugas pajak tersebut bahkan belum dilakukan tindak lanjut. Artinya, lanjut dia, PPN terutang 2 persen dari Rp4,7 miliar itu sama sekali belum ditagihkan.
Lebih lanjut, ia malah merasa bingung terkait tudingan keterlibatan debt collector di kediaman Soimah.
Menurutnya, kantor pajak sendiri memiliki 'debt collector' sendiri yang disebut Juru Sita Pajak Negara (JSPN). Mereka bekerja dengan dibekali surat tugas dan menjalankan perintah jelas, yakni ada utang pajak yang tertunggak.
"Soimah sendiri tidak pernah diperiksa kantor pajak dan tercatat tak ada utang pajak. Lalu, buat apa didatangi sambil membawa debt collector?" kata dia.
Sebelumnya, Soimah berkeluh kesah dalam siniar Blakasuta bersama Puthut EA dan Butet Kertaradjasa. Ia mengaku bahwa kediamannya pernah didatangi petugas pajak bersama dengan dua orang debt collector.
Mereka disebut datang untuk menagih pajak karena ia dituding menghindari petugas pajak. Ia pun merasa kerap diperlakukan kurang baik oleh petugas pajak setiap kali datang ke rumahnya.
Perlakuan kurang baik dari petugas pajak itu pun disebut sudah terjadi sejak 2015 lalu. Soimah mengaku merasa diperlakukan seperti koruptor setiap kali berhadapan dengan petugas.**