Metroterkini.com - Kebijakan Menteri BUMN Erick Thohir menerbitkan Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-08/MBU/12/2019 Tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara tampaknya sudah menuai hasil, yaitu semakin banyaknya kontraktor jasa penunjang minyak dan gas bumi (Migas) nasional dan lokal yang terancam 'gulung tikar' bahkan di ambang kebangkrutan.
Demikian pernyataan keras Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, Selasa (26/7/2022) pagi di Jakarta.
"Pasalnya, sebelum terbit aturan Menteri BUMN itu, semua kontraktor jasa penujang migas bisa mengikuti tender secara langsung di semua perusahaan-perusahaan BUMN sektor Migas. Tapi sekarang, untuk bisa bertahan hidup, mereka harus pandai-pandai memperoleh pekerjaan sebagai sub kontraktor alias subkon melalui anak dan cucu perusahaan-perusahaan BUMN yang telah mendapat penunjukan dari induk usahanya, meskipun kompentensinya patut dipertanyakan," beber Yusri.
Yang menyedihkan, lanjut Yusri, ia memiliki bukti bahwa bisa terjadi sampai ada subkon tingkat ketiga di bawah anak cucu BUMN yang telah ditunjuk sebagai kontraktor itu.
"Artinya, dari anak usaha menunjuk cucu usaha, kemudian cucu usaha menunjuk swasta, kemudian swasta itu menunjuk lagi subkon. Ironis memang melihat fakta seperti ini. Tentu pertanyaannya, dimana lagi bisa diperoleh kualitas hasil pekerjaan dan efisiensi?," ulas Yusri.
Yusri mengatakan, penunjukan langsung antara sesama perusahan BUMN memang dibolehkan jika merujuk pada Pasal 17 ayat 2 Permen BUMN Nomor Per-08/MBU/12/2019 Tahun 2019 tersebut, meskipun dalam pelaksanaannya terindikasi telah terjadi pelanggaran terhadap Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Namun apa mau dikata, keluhan-keluhan para pengusaha jasa kontraktor Migas nasional dan daerah sudah lama disampaikan melalui berbagai forum diskusi dan media, tetapi dianggap bak angin lalu saja. Tampaknya Menteri BUMN Erick Thohir lebih fokus memoles citra dirinya untuk bisa tampil di panggung Pilpres pada tahun 2024 mendatang, daripada mengevaluasi kebijkannya yang dianggap telah merugikan masa depan kontraktor Migas nasional dan daerah itu," tukas Yusri.
Bagaimana mungkin, sambung Yusri, kontraktor Migas bisa meningkatkan profesionalitas, untuk bertahan hidup saja mereka kewalahan, sehingga terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja agar bisa tetap bertahan hidup.
"Jika mau jujur dan fair, berkat pengalaman panjang kontraktor Migas nasional dan lokal dalam menjalankan pekerjaan dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) selama ini, kalau dilaga dalam tender bebas dengan anak cucu BUMN, dapat kami pastikan kontraktor Migas nasional dan lokal akan lebih banyak unggul dari sisi teknis dan ketepatan maupun biaya penyelesaian kerja sesuai kontrak," urai Yusri.
Sulit dibantah, kata Yusri, kontraktor Migas swasta sebagai pihak yang lemah dalam menghadapi kebijakan pemerintah melalui Menteri BUMN yang tampaknya lebih ingin membuat anak cucu BUMN terkesan sehat dengan cara memberikan suntikan dengan penunjukan langsung dari pada mendidiknya bersaing sehat agar bisa mandiri dan tangguh untuk bisa bersaing di pasar global.
"Tampaknya, misi awalnya didirikan BUMN sebagai lokomotif ekonomi nasional untuk bisa membina menguatkan peran swasta di sektor Migas ibarat makin jauh panggang dari api," tukas Yusri.
Lebih memprihatinkan lagi, kata Yusri, beredar rumor kencang di antara pejabat BUMN dan kalangan pengusaha tentang diduga adanya 'tiga serangkai dari MHK Group' yang katanya bisa mengatur posisi strategis di pucuk pimpinan dan anak usaha BUMN 'basah'.
"Jika rumor itu benar tetapi tidak segera ditertibkan sepak terjang'tiga serangkai' ini, bisa jadi di kemudian hari kita akan menyaksikan direksi-direksi BUMN ini harus rajin mondar-mandir seperti setrika ke gedung kuningan Rasuna Said atau gedung bundar di blok M," tutup Yusri. [**]