NeoCov, Lebih Ganas dari Corona SARS-CoV-2

Ahad, 30 Januari 2022 | 21:56:12 WIB

Metroterkini.com - Ramai beredar kabar telah ditemukan varian baru virus corona yang disebut sebagai NeoCov atau Neo Covid. Hal tersebut terdapat dalam sebuah laporan ilmuwan China yang diunggah pada awal pekan ini dalam sebuah platform jurnal ilmiah. 

NeoCov terdeteksi di Afrika Selatan dan ditemukan menginfeksi kelelawar. Dalam laporan itu disebutkan NeoCov disebut berpotensi menyebabkan infeksi dan kematian yang lebih tinggi dari pada virus corona SARS-CoV-2 yang menjadi pemicu pandemi global Covid-19. 

Banyak menganggap NeoCov varian baru dari virus corona, tetapi ternyata faktanya tidak demikian. Lalu, apa itu NeoCov? Benarkah ini varian terbaru dari virus corona? 

NeoCov bukan varian baru dari virus corona, melainkan jenis lain dari virus corona. Tidak benar NeoCov adalah varian baru SARS-CoV-2, seperti varian Alpha, Beta, Delta, Gamma, dan Omicron. 

Ia berasal dari jenis virus corona yang terkait dengan sindrom pernapasan Timur Tengah atau Middle East Respiratory Syndrom (MERS-CoV). 

Selama ini, MERS-CoV dikenal sebagai virus yang ditularkan ke manusia dari Unta Arab (Dromedary) yang terinfeksi dan kasusnya sudah ditemukan sejak 2012. 

Dilansir dari kompas.com, Ahad (30/1/22), NeoCov merupakan kerabat dekat dari MERS-CoV, akan tetapi penularannya bukan dari unta, melainkan tersebar di antara kelelawar. 

Meski ditemukan di antara kelelawar, namun virus NeoCov bersifat zoonosis, alias dapat ditularkan dari hewan ke manusia, baik melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Dalam jurnal yang dibuat para peneliti China dan dipublikasikan secara online di BioRxiv awal pekan ini, inveksi NeoCov dapat menimbulkan masalah tertentu. 

Pasalnya, NeoCov disebut tidak dapat dinetralisir oleh antibodi manusia yang ditargetkan untuk SARS-CoV-2 maupun MERS-CoV. Namun demikian, belum dapat dipastikan seberapa cepat NeoCov menular dan seberapa jauh fatalitas yang bisa ditimbulkan. 

"Ini (studi temuan virus NeoCov) adalah temuan penting yang perlu kita pelajari yang membutuhkan integrasi lebih baik dari penelitian penyakit menular pada manusia dan hewan," jelas pakar virus dari University of Warwick, Prof Lawrence Young dalam The Independent, Sabtu (29/1/2022). 

Untuk itu, masyarakat dunia diminta agar tidak cemas menanggapi kabar temuan virus baru ini. 

Ahli dari Gamaleya Research Institute of Epidemiology and Microbiology Kementerian Kesehatan Rusia Alexander Gintsburg menyebut, kemunculan NeoCov disebabkan oleh terjadinya mutasi virus yang terus-menerus. 

"Mutasi terus berlangsung. Di sejumlah negara yang tingkat pengurutan genom virusnya 100.000 atau lebih per bulannya, varian baru akan terus terdeteksi," kata Alexander dilansir dari media Rusia TASS, Sabtu (29/1/2022). Namun, ia menyebut di negara di mana pengurutan genomnya hanya sekitar 2.000-4.000/bulan saja, varian baru tidak akan pernah terdeteksi. [**]
 

Terkini