Metroterkini.com - Kabar baik datang untuk para perempuan di Afghanistan pasca Taliban berkuasa. Meski begitu perkuliahan akan dilakukan secara terpisah dari mahasiswa laki-laki.
Di bawah kekuasaan Taliban pada 1996-2001, hak-hak perempuan Afghanistan sangat terbatas. Namun sejak kembali berkuasa Agustus lalu, Taliban mengklaim mereka akan menerapkan aturan yang tidak terlalu ekstrem.
Di hadapan para wartawan tentang rencana rezim baru tersebut terkait pendidikan, Menteri Pendidikan Tinggi Taliban, Abdul Baqi Haqqani mengatakan tidak masalah untuk mengakhiri sistem pendidikan campuran antar laki-laki dan perempuan.
"Kami tidak memiliki masalah dalam mengakhiri sistem pendidikan campuran," katanya seperti dilansir AFP, Minggu (12/9/2021).
"Orang-orang adalah Muslim dan mereka akan menerimanya." imbuhnya.
Awal September lalu, Taliban sudah mengumumkan bahwa perempuan masih diperbolehkan belajar di Universitas, namun dengan sejumlah syarat, yaitu mengenakan jubah abaya dan niqab yang menutupi sebagian besar wajah, hingga kelas dipisah berdasarkan jenis kelamin -- atau setidaknya dipisah dengan tirai.
Haqqani mengatakan bahwa sistem pendidikan Afghanistan telah banyak berubah sejak terakhir kali Taliban berkuasa, ketika perempuan secara efektif dilarang sekolah dan universitas.
"Dibandingkan sebelumnya, jumlah lembaga pendidikan meningkat drastis," katanya.
"Ini memberi kami harapan untuk masa depan Afghanistan yang makmur dan mandiri ... kami akan melanjutkan dari tempat mereka ditinggalkan." imbuhnya.
Jawaban Soal Kekhawatiran SDM di Universitas
Merespon aturan baru tersebut, sejumlah pihak khawatir terkait sumber daya pengajar perempuan di Afghanistan jika kenal dipisah sesuai jenis kelamin. Haqqani pun bersikeras bahwa ada cukup pengajar perempuan dan, jika tidak tersedia, alternatif dapat ditemukan tanpa melanggar aturan.
"Semua tergantung kapasitas universitas... kita juga bisa meminta guru laki-laki untuk mengajar dari balik tirai, atau menggunakan teknologi." jelas Haqqani.
Sejak berkuasa, Taliban mengatakan pihaknya tidak ingin kembali kepada sistem pemerintahan di masa lalu. Saat itu separuh populasi dikeluarkan dari pekerjaan dan pendidikan.
Di bawah aturan baru, perempuan dapat bekerja "sesuai dengan prinsip-prinsip Islam", yang telah ditetapkan oleh Taliban. Meski begitu, belum ada rincian lebih detil soal aturan tersebut. [**]