Metroterkini.com - Pemerintah Singapura meminta warganya yang berada di Myanmar untuk segera meninggalkan negara itu menyusul situasi kian mengkhawatirkan pasca kudeta militer.
Kementerian Luar Negeri Singapura (MFA) meminta warganya segera meninggalkan Myanmar karena meningkatnya kekerasan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan. Korban sipil terus berjatuhan. Hingga kini lebih dari 50 orang tewas dalam unjuk rasa menolak kudeta.
"Warga Singapura di Myanmar harus mempertimbangkan pergi sesegera mungkin, dengan cara komersial sementara masih mungkin dilakukan," kata Kemlu Singapura, Kamis (4/3) seperti dikutip dari Reuters.
Warga Singapura juga diminta untuk tidak melakukan perjalanan ke Myanmar.
Sementara warga Singapura yang memilih untuk tetap berada di Myanmar diminta untuk tetap berada di dalam rumah. Mereka diimbau menghindari perjalanan yang tidak perlu, khususnya ke daerah-daerah di mana unjuk rasa berlangsung.
"Warga Singapura diingatkan untuk tetap waspada dan memantau berita lokal dengan seksama," kata Kemlu Singapura.
MFA juga meminta warga Singapura di Myanmar untuk mengisi eRegister di situs web resmi sehingga mereka mudah dihubungi.
Singapura merupakan investor terbesar Myanmar dalam beberapa tahun terakhir. Menteri Luar Negeri Singapura mencatat ada sekitar 500 warganya di Myanmar.
Pemerintah Singapura telah mendesak junta militer Myanmar segera membebaskan pemimpin de factoAung San Suu Kyi dan pejabat sipil lainnya yang ditahan sejak kudeta 1 Februari lalu.
Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakrishnan, juga mendesak junta militer Myanmar menghentikan kekerasan dalam menanggapi demonstran yang menolak kudeta.
PBB mencatat sebanyak 38 orang tewas dalam kerusuhan hari Rabu (3/3). Angka itu merupakan jumlah korban terbanyak selama aksi kudeta berlangsung.
Utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan bahwa Rabu itu adalah hari paling berdarah sejak kudeta. [**]