Metroterkini.com - Demonstrasi antikudeta di Myanmar semakin panas. 18 orang pendemo diduga tewas akibat kekerasan yang dilakukan aparat.
Dilansir dari Reuters, Senin (1/3/2021), massa diduga mendapatkan serangkaian serangan dari petugas keamanan Myanmar. Gas air mata, peluru karet, hingga granat setrum diarahkan ke kerumunan massa. Namun, serangan-serangan itu gagal membubarkan massa.
Demonstran terlihat mengenakan helm plastik dan perisai darurat untuk berhadapan dengan polisi dan tentara. Kantor hak asasi manusia PBB menginfokan ada belasan pendemo yang meninggal dunia karena serangan polisi Myanmar.
"Polisi dan pasukan militer menghadapi demonstrasi damai, namun menggunakan kekuatan yang mematikan -menurut informasi yang dapat dipercaya yang diterima oleh Kantor Hak Asasi Manusia PBB- telah menyebabkan sedikitnya 18 orang tewas dan lebih dari 30 luka-luka," kata kantor hak asasi manusia PBB seperti dilansir dari Reuters.
Beberapa pengunjuk rasa di Yangon tampak dibopong oleh sesama pendemo. Bercak darah berceceran di jalanan. Seorang dokter yang meminta namanya tidak disebutkan mengatakan seorang demonstran pria meninggal dunia dengan luka tembak di dadanya.
Hundreds of anti-coup protesters march in Yangon, Myanmar, Thursday, Feb. 25, 2021. Social media giant Facebook announced Thursday it was banning all accounts linked to Myanmar's military as well as ads from military-controlled companies in the wake of the army's seizure of power on Feb. 1. (AP Photo)
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta militer Myanmar untuk menerima aspirasi masyarakat.
"Sekretaris Jenderal mendesak masyarakat internasional untuk berkumpul dan mengirimkan sinyal yang jelas kepada militer bahwa mereka harus menghormati keinginan rakyat Myanmar seperti yang diungkapkan melalui pemilihan dan menghentikan penindasan," kata juru bicara PBB, Stephane Dujarric.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengutuk aksi kekerasan ini. Blinken menyebut penembakan terhadap pendemo merupakan aksi yang 'menjijikkan'.
"Kami berdiri teguh dengan orang-orang yang berani di Burma dan mendorong semua negara untuk berbicara dengan satu suara untuk mendukung keinginan mereka," kata Blinken di Twitter-nya.
Myanmar berada dalam kekacauan semenjak tentara merebut kekuasaan dan menahan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi pada 1 Februari lalu. Militer menuduh adanya kecurangan dalam pemilihan umum yang memenangkan partai Aung San Suu Kyi secara telak.
Kudeta tersebut menimbulkan serangkaian aksi demonstrasi besar-besaran. Ratusan ribu orang turun ke jalan. [**]