Pengiat Pertanyakan Komitmen Restorasi Gambut di Riau

Ahad, 28 Februari 2021 | 18:33:20 WIB

Metroterkini.com - Pegiat lingkungan yang tergabung dalam Pantau Gambut bersama Kaliptra Andalas mengekspos hasil pemantauan kinerja restorasi gambut oleh 11 perusahaan sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Provinsi Riau. Ekspos tersebut disampaikan dalam diseminasi yang dilaksanakan di Pekanbaru, Kamis (25/2) kemarin.

Tiga hal yang menjadi obyek pantauan utama adalah sejauh mana realisasi restorasi, analisis kebakaran dan pembukaan lahan baru di konsesi perusahaan tersebut.

Koordinator Simpul Jaringan Pantau Gambut Riau Romes Irawan Putra mengemukakan kinerja restorasi perusahaan ini menggunakan metode desk analisa dengan data Rencana Kontijensi dan Rencana Tindak Tahunan Badan Restorasi Gambut Tahun 2017-2018. Data tersebut kemudian dikonfirmasi dengan pemantauan di lapangan.

Dari hasil pemantauan, implementasi rencana restorasi di wilayah konsesi baik HTI maupun perkebunan sawit ternyata belum terlaksana. Dari rencana restorasi yang sudah ditetapkan, tim Pantau Gambut dan Kaliptra tidak menemukan satu pun infrastruktur restorasi yang dibangun.

Sebelas perusahaan yang diteliti adalah PT Sumber Sawit Sejahtera Kabupaten Pelalawan, PT Arara Abadi Distrik Merawang Kabupaten Pelalawan, PT Riau Andalan Pulp dan Paper Estate Teluk Meranti Kabupaten Pelalawan, PT Satria Perkasa Agung Unit Gaung Kabupaten Pelalawan, PT Satria Perkasa Agung Unit Serapung Kabupaten Pelalawan, PT Musim Mas Kabupaten Pelalawan, PT Sumatera Riang Lestari Unit Rangsang Kabupaten Kepulauan Meranti, PT Arara Abadi Distrik Rasau Kuning Kabupaten Siak, PT Arara Abadi Distrik Melibur Kabupaten Bengkalis, PT Palma Satu Kabupaten Indragiri Hulu, dan PT Agro Sarimas Indonesia Kabupaten Indragiri Hulu.

Dari analisis data kebakaran hutan selama 2015 hingga 2019, di semua konsesi tersebut ditemukan titik panas. Bahkan, pada 2019, tujuh dari sebelas konsesi tersebut, masih terdeteksi titik panas di tahun ketiga. Dan setelah dicek ke lapangan, terkonfirmasi bahwa ada bekas kebakaran di lahannya.

“Dua perusahaan yakni PT Palma Satu di Indragiri Hulu dan PT Sumatera Riang Lestari di Rangsang, hampir tiap tahun terbakar. Kawasan yang terbakar cukup luas. Bukti ini dijadikan basis untuk mempertanyakan komitmen mereka dalam merestorasi gambut. Dan Kementerian LHK harusnya bertindak meminta keseriusan perusahaan,” ujar Romes Irawan Putra, yang juga Direktur Kaliptra Andalas.

Laporan kondisi lapangan juga dioverlay dengan peta tutupan hutan di konsesi tersebut. Sehingga tim menemukan masih adanya pembukaan baru di lahan konsesi bergambut tersebut. Padahal dalam peraturannya, lahan yang terbakar harus direstorasi bukan ditanami akasia atau sawit.

"Kami juga menemukan adanya penanaman baru pada lahan bekas terbakar dalam areal konsesi HTI dan perkebunan sawit. Bahkan 10 dari 11 perusahaan itu masih terdapat pembukaan lahan baru di areal fungsi lindung ekosistem. Dan itu terus berlangsung tiap tahun sejak 2015 hingga 2018," lanjut Romes.

Menurut dia, temuan-temuan ini baik ketaatan pada komitmen restorasi gambut maupun tidak lagi membuka lahan sangat mengagetkan. Apalagi mengingat perusahaan yang dipantau dalam laporan ini punya kebijakan global tentang perlindungan gambut dan hutan.

"Kami berpikir, perlu adanya tim independen yang akan mengawasi secara khusus bagaimana komitmen restorasi dari perusahaan tersebut," pungkas Romes.

Sementara anggota Komisi IV DPRD Provinsi Riau Mardianto menantang pemerintah daerah setempat untuk turut berupaya melakukan restorasi gambut mengingat pembukaan lahan dengan cara membakar masih saja dilakukan.

Sedangkan Risda Fauzana dari perwakilan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau mengakui untuk melakukan restorasi gambut tidak cukup dengan waktu setahun atau bahkan lima tahun sehingga dibutuhkan kerjasama semua pihak untuk mengatasi hal ini. [**]
 

Terkini