Metroterkini.com - Ketua Forum Pemuda Setempat (FPS) Desa Terantang, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau mendesak PT. Safari Riau (PT. SR) agar mengembalikan ke masyarakat kebun seluas 265 hektar yang dibangun perusahaan.
Hal ini dikemukakan Ketua FPS, Nolis Hadis saat Rapat Dengar Pendapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPRD Riau, Rabu (22/7/20) sore.
Dalam RDP yang dipimpin Ketua Komisi II, Robin P Hutagalung dan dihadiri Wakil Ketua Komisi II, sekretaris Komisi II, H. Sugianto, dan anggota, Marwan Johanis, dan Manahara. Sedangkan dari pihak PT Safari Riau (SR) diwakili Indra Gunawan selaku Manager perusahaan. Sementara dari pihak pemerintah hadir Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Zulfadli, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pelalawan, Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Pelalawan.
Dihadapan Komisi II, Ketua FPS Desa Terentang Manuk menuntut agar pihak perusahaan memberikan ke masyarakat lahan seluas 265 hektar dan mengukur kembali luas kebun milik PT. SR, baik kebun inti maupun plasma.
Sebab, baik FPS maupun Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Pelalawan menduga pihak perusahaan menyembunyikan data luas HGU dan ada pembagian lahan untuk orang dan kelompok tertentu. Bahkan ketua komisi II menilai ada koperasi yang anggotanya satu keluarga, mendapat lahan 100 hektar.
"Ini (koperasi) anggotanya satu keluarga. Bahkan, mereka tak tahu lahannya dimana, tapi, tiap bulan terima Rp100 juta," kata Robin P Hutagalung.
Menyikapi kondisi ini, Ketua dan anggota Komisi II DPRD Riau berjanji akan menindaklanjuti dan meneliti HGU dan izin lainnya. Dan yang tidak kalah penting, Komisi II dan instansi terkait akan memgukur ulang kebun inti dan kebun plasma yang dibangun perusahaan tersebut.
Sebab, Komisi II tidak mempercayai penjelasan Manager PT. SR, bahwa perusahaannya mempunyai HGU seluas 2.500 ha yang sudah ditanami kelapa sawit. Dan membangun kebun plasma seluar 2.848 hektar yang HGU tengah diajukan. Namun, belum keluar.
"Sebagaimana kita dengar tadi, kita akan tindaklanjuti dengan Disbun, Dishut, dan instansi terkait lainnya. Komisi II akan mendalami kasus ini untuk mengambil langkah-langkah kedepan," ujarnya.
Robin menegaskan, luas Hak Guna Usaha (HGU) 2.500 sebagaimana dikatakan PT SR belum bisa jadi acuan, karena data mengenai hal itu belum ada di komisi II DPRD Riau. Oleh karenanya masih perlu tindaklanjut dengan instansi lainnya tanpa kehadiran PT SR lagi.
Terkait adanya 10 hektar kebun kelapa sawit yang diberikan untuk kesejateraan Kecamatan sebagaimana dikatakan PT SR, pihak Komisi II juga akan menelusuri termasuk letak lokasinya. Selain itu, siapa yang menikmati uangnya.
Sementara Sekretaris komisi II DPRD Riau Sugianto mempertanyakan Sungai Resak yang dikabarkan masuk dalam areal kebun yang dikelola perusahaan penanaman modal asing (PMA) tersebut.
Soalnya, pihak perusahaan menegaskan, sungai tersebut berada 1 kilometer di luar HGU PT. Safari Riau. Sementara pihak FPS Desa Terentang Manuk mengatakan PT. SR menanam sawit sampai ke sungai.
"Kita akan turun ke lapangan untuk memastikan bahwa Sungai Resak tidak berada di areal kebun yang dikelola PT SR," tegas Sugianto.
"Kalau mereka memang tidak mengakui HGU mereka, silahkan saudara (FPS) panen. Jangan ketika dipanen mereka (perusahaan) lapor ke polisi dan masyarakat ditangkap juga. Jangan mereka mengambil hasilnya, merusak sungai, tapi ketika kita perjelas mereka malah mengelak", ucapnya.
Sedangkan mengenai 10 hektar kebun yang dihibahkan PT SR ke pihak Kecamatan kata Sugianto, semestinya didaftarkan sebagai asset kabupaten Pelalawan. Karena hasil kebun tersebut, bisa masuk ke APBD.
"Kalau tidak, maka hal itu bisa masuk kategori gratifikasi atau suap untuk meloloskan keinginan dari perusahaan," tegas Sugianto.
Sementara Manager PT SR, Indra Gunawan membantah bahwa sungai Resak masuk dalam areal HGU. "Sungai Resak di luar HGU, dan kami membangun kebun berdasarkan izin dan HGU," tegas. [rudi]