Metroterkini.com - Sedikitnya 11 orang tewas dalam semalam saat unjuk rasa antipemerintah berlangsung di dua kota Irak. Terdapat seorang polisi di antara korban tewas saat unjuk rasa yang berujung bentrokan ini.
Seperti dilansir Reuters, Kamis (3/10/2019), jumlah itu menambah total korban tewas dalam bentrokan yang pecah saat unjuk rasa di Nassiriya dan Amara sejak dua hari lalu, menjadi 18 orang. Bentrokan terjadi antara demonstran dengan polisi dan pasukan keamanan yang mengamankan mereka.
Menurut sumber-sumber kepolisian dan medis setempat, tujuh demonstran dan satu polisi tewas dalam bentrokan di kota Nassiriya. Empat orang lainnya tewas dalam bentrokan di kota Amara.
Tentara-tentara Irak dikerahkan untuk melakukan patroli di area-area ibu kota Baghdad pada Kamis (3/10) pagi waktu setempat. Mereka mengawasi pemberlakuan jam malam yang diperintahkan Perdana Menteri (PM) Adel Abdul Mahdi, namun unjuk rasa yang berlangsung sporadis itu terus berlanjut.
Unjuk rasa antipemerintah di Irak ini meluas dengan cepat, dari yang tadinya hanya berskala kecil di Baghdad pada Selasa (1/10) waktu setempat untuk memprotes kurangnya lapangan pekerjaan, buruknya layanan publik dan korupsi pemerintah.
Sedikitnya dua orang tewas pada hari pertama, saat pasukan keamanan melepas tembakan dengan peluru tajam dan menembakkan meriam air serta gas air mata. Lima orang lainnya, termasuk seorang anak, tewas pada Rabu (2/10) waktu setempat.
Ratusan orang, baik demonstran maupun personel kepolisian, mengalami luka-luka dalam bentrokan tersebut.
PM Abdul Mahdi diketahui memberlakukan jam malam di Baghdad mulai pukul 05.00 waktu setempat pada Kamis (3/10) waktu setempat hingga pemberitahuan lebih lanjut. Unjuk rasa antipemerintah ini menjadi unjuk rasa terbesar di Irak sejak September 2018.
Jam malam yang diberlakukan otoritas Irak tidak berlaku untuk para wisatawan dari dan ke Bandara Baghdad, layanan ambulans, pegawai pemerintah di rumah sakit, pegawai pada sektor listrik dan perairan serta para peziarah. [mer]