Metroterkini.com - Program pemulangan pengungsi Muslim Rohingya gelombang pertama dariBangladesh ke Myanmar menemui jalan buntu karena tak seorang pun dari mereka bersedia kembali ke negara itu meski telah didaftar.
Kepastian itu disampaikan oleh sumber-sumber pemerintah Bangladesh. Negara itu telah mempersiapkan repatriasi tahap pertama yang sedianya dilakukan Kamis (15/11), sesuai dengan rencana yang disepakati dengan Myanmar pada Oktober lalu.
Akan tetapi tak seorang pun dari sekitar 2.000 pengungsi yang didaftar untuk dikembalikan ke Myanmar bersedia mengikuti program itu. Banyak di antara mereka bahkan bersembunyi. Pada saat yang sama, ratusan pengungsi menggelar unjuk rasa menentang repatriasi.
'Takut dibunuh' di Myanmar
Seorang pria (40), yang tidak bersedia menyebutkan namanya ini menuturkan ia khawatir akan keselamatannya jika kembali ke Myanmar meskipun namanya sudah tertera di daftar repatriasi.
"Saya khawatir dengan adanya repatriasi ini," ujarnya.
"Walaupun mereka berusaha meyakinkan kami, saya tidak yakin. Saya pikir mereka mungkin akan membunuh kami jika kami pergi ke sana."
Seperti halnya yang dilakukan oleh keluarga-keluarga lainnya, ia juga menyembunyikan anggota keluarganya di kamp pengungsian.
Ditambahkannya, ia dan para pengungsi lainnya baru bersedia dikembalikan dengan syarat diakui sebagai warga negara Myanmar.
"Jika kami harus kembali, maka itulah nasib kami. Tetapi saya merasa mereka akan mengirim kami ke sana untuk mati."
Seorang pengungsi lainnya mengatakan kepada BBC bahwa ia menyelamatkan diri dari Myanmar bersama istri dan anak-anaknya tetapi banyak anggota keluarganya telah dibunuh.
"Mereka menyiksa kami secara brutal," ungkapnya sambil menangis.
"Militer mendatangi kami, membunuh warga kami, melempar anak-anak ke api dan juga membakar rumah-rumah."
"Saya sangat terganggu dengan pemulangan ini. Bagaimana kami dapat pergi ke sana?"
Lebih dari 700.000 orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh dari Myanmar tahun lalu menyusul operasi yang dilakukan oleh militer Myanmar. Operasi itu, menurut militer Myanmar, ditujukan untuk memburu para milisi Rohingya.
Sebelumnya gelombang pengungsi selama satu tahun terakhir, Bangladesh telah menampung sekitar 300.000 pengungsi Rohingya menyusul kerusuhan komunal di Negara Bagian Rakhine, yang menjadi tempat tinggal warga Rohingya di Myanmar.
PBB meyakini terdapat bukti-bukti yang menunjukkan tentara melakukan kekejaman terhadap Rohingya. Menurut badan dunia itu, sejumlah pejabat Myanmar patut diselidiki dan diadili dalam kasus dugaan genosida. Namun Myanmar membantah keras tuduhan itu.
Terkait dengan program repatriasi, PBB, badan-badan amal dan kelompok-kelompok hak asasi manusia menyatakan kekhawatiran akan keselamatan para pengungsi jika tidak ada mekanisme efektif untuk memantau mereka secara independen begitu mereka sampai di Myanmar. [***]