AS Bangun Koalisi Dekati Negara Arab

Selasa, 17 April 2018 | 23:08:21 WIB

Metroterkini.com - Pemerintahan Presiden AS Donald Trump diduga tengah berupaya membangun koalisi dengan negara- negara Arab untuk membantu menstabilkan kawasan Suriah pasca-penarikan pasukan militernya. Dilaporkan Kompas, yang dikutip New York Post, Selasa (17/4/2018), penasihat keamanan nasional AS, John Bolton telah mengontak wakil kepala intelijen Mesir, Abbas Kammel, dan membahas seputar koalisi. 

Pemerintah AS belum lama ini menyatakan keinginannya menyumbangkan dana hingga miliaran dollar kepada Arab Saudi, Qatar dan Uni Emirat Arab.Secepatnya Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS menolak berkomentar terkait komunikasi yang dilakukan penasihat keamanan nasional dengan Mesir. 

Namun sumber dari pejabat administrasi dewan keamanan mengkonfirmasi bahkan menyebut negara-negara Teluk lain juga telah dihubungi. "Arab Saudi, Qatar dan UEA telah didekati sehubungan dengan dukungan finansial dan kontribusi yang lebih luas," kata sumber. 

Presiden Trump pertama mengumumkan rencana penarikan pasukannya dari Suriah dalam pidato di Ohio, bulan lalu. Rencana tersebut kembali ditegaskan pada Jumat (13/4/2018) lalu saat Trump mengumumkan serangan udara ke Suriah. AS saat ini menempatkan sekitar 2.000 pasukannya di Suriah yang bekerja dengan sekutu di kawasan tersebut untuk menghancurkan sisa-sisa kelompok teroris ISIS. 

Pasukan tersebut akan ditarik kembali secepatnya setelah mengumumkan kekalahan ISIS di Suriah. "Kami telah meminta kepada mitra kami untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar untuk mengamankan wilayah mereka, termasuk menyumbang lebih banyak dana," ujar Trump.

Kendati demikian, rencana membangun koalisi dengan Timur Tengah dapat terganggu oleh kepentingan yang saling bertentangan di antara negara-negara Arab. Terlebih jika AS tidak lagi memiliki pasukan yang memberi dukungan militer di kawasan terebut. "Tidak ada dasar yang bisa menjamin strategi ini akan berjalan dengan sukses," kata pengamat senior di Institut Timur Tengah, Charles Lister kepada Wall Street Journal. [*]

Terkini