Metroterkini.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Pekanbaru dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Riau mensosialisasikan
Pemilihan Gubernur Riau 2018 di Kantor PWI Riau, Jalan Arifin Ahmad, Pekanbaru.
Hadir sebagai narasumber, Ketua PWI Riau, Zulmansyah Sekedang, Ketua KPU Kota Pekanbaru Amiruddin Sijaya dan Kepala Divisi Keuangan, Umum dan logistik KPU Kota Pekanbaru, Yeli Nofiza.
Dalam aparannya, Amirudin menjelaskan, dalam setiap pemilu dan Pilkada, masyarakat kadang tidak percaya dengan partai politik, bahkan mereka tidak percaya dengan calon itu sendiri.
Untuk itu, KPU sangat mendukung jika muncul 5 pasangan kepala daerah dalam Pilkada. Dengan demikian, masyarakat punya pilihan untuk memilih yang terbaik dari kelima calon tersebut.
"Maunya kita ada lima pasangan calon, tiga pasangan diusung partai politik, dua calon dari perseorangan (independen)," kata Amirudin.
Amuridin tidak memungkiri setiap pasangan calon (Paslon) punya kelemahn dan kelebihan. Bahkan kelimanya calon tersebut semuanya jelek. Kalau ada lima pasangan, masyarakat bisa memilik yang terbaik dari yang terjelek.
"Jika tak yang baik dari 5 calon itu, kita pilih yang terbaik dari yang terjelek," ujarnya.
Selain itu, ungkapnya, kepercayaan masyarakat kepada penyelenggaran juga kurang. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, KPU selaku penyelenggara berusaha adil sesuai porsi.
Untuk itu, ia mengingatkan kepada masyarakat yang punya hak pilih agar mengcek apakah sudah masuk daftar (DPT) atau belum.
"Sebab, untuk memilih syaratnya harus terdaftar di DPT," tegasnya.
Pada kesempatan itu, Amirudin juga mengungkapkan keinginan KPU untuk melakukan pendataan pemilih. Namun, pihak Kementerian Dalam Negeri keberatan.
Akibatnya, KPU baru bisa melakukan validasi data setelah menerima data dari Kemendagri.
"Setiap tahun KPU dapat daftar pemilih dari Mendagri. Dari daftar ini dilakukan coklis melalui RT dan RW. Tapi, ada juga mungkin petugas Coklis mencoklis dari rumah, besoknya baru ditempelkan stiker ke rumah-rumah," kata Amuridin lagi.
Dalam sosialisasi yang membahasa subtansi Undang-undang pemilu Nomor 7/2017 dengan Undang-undang pemilu sebelumnya itu, Amirudin juga menegaskan bahwa KPU juga harus peka terhadap kewanangan lembaga pengawas. Sebab, KPU wajib mendengarkan penjelasan Lembaga Pemantau Pemilu.
"KPU wajib mendengarkan penjelasan Lembaga Pemantau Pemilihan, Pencabutan status dan hak Lembaga Pemantau Pemilu," kata mantan anggota komisi perlidungan anak Provinsi Riau itu.
Soalnya, beber Amirudin lagi, imbas dari putusan Mahkamah Konstitusi dan perubahan undang-undang Pemilu, ibarat karcis yang sudah dipakai dipakai lagi.
"Imbas dari perintah putusan MK, ibarat karcis yang sudah dipakai, kemudian dipakai lagi," ujarnya lagi.
Sementara itu, Ketua PWI Riau, Zulmansyah Sekedang, mengingatkan bertanggungjawab para jurnalis yang melakukan liputan Pimilu dan Pilkada agar menyajikan berita yang tertanggungjawab dan beretika.
Sebab, ungkap Zulmansyah, wartawan media online harus hati-hati dalam pemberitaan. Sebab, bisa dijerat UU ITE.
"Kendati Pers punya undang legspesialis, namun undang ITE juga legspesialis," tegas Zulmasyah.
Selain itu, wartawan juga harus ingat rambu-rambu liputan agar tak terseret dalam pusaran hukum. Untuk itu, berita yang disajikan (naikan) harus sesuai undang-undang pers dan kode etik jurnalistik.
"Ibarat kata orang Melayu, rumah sudah penokok masih punyi," kata Zulmansyah Sekedang menganalogikan.
Diingatkan Zulmansyah, agar tidak terjerembab dalam masalah hukum, ada 4 dasar kerja yang harus dipedomanin wartawan, yakni;; UU Pers, Kode Etik dan sejumlah pedoman dari Dewan Pers dan PKPU No. 4/2017.
"Karena dalam peliputan Pilgubri, bisa saja wartawan diintimidasi oleh tim sukses pasangan calon.
Pada kesempatan itu, Zulmasyah kembali mengingatkan agar wartawan yang menjadi tim sukses pasangan calon mentahati Surat Edaran Dewan Pers No.1/1/2018.
"Wartawan yang ikut menjadi tim sukses wajib mengundurkan diri dari profesi wartawan," tegas Zulmansyah yang juga Ketua SPS Riau. [rdi]