Pemilu Rusia 2018, Putin Jadi Presiden Lagi

Senin, 19 Maret 2018 | 15:45:40 WIB

Metroterkini.com — Presiden Rusia Vladimir Putin menyambut kemenangannya dalam pemilihan presiden 2018 yang digelar pada Minggu (18/3/2018). Di depan para pendukungnya yang merayakan kemenangan di Moskwa, dia mengatakan, hasil tersebut merupakan ungkapan kepercayaan dan harapan rakyat sambil menyerukan persatuan nasional. Sejak awal Putin diperkirakan tidak akan menghadapi perlawanan ketat dalam upaya menduduki jabatan presiden untuk periode yang keempat dalam enam tahun mendatang. Dengan lebih dari setengah suara sudah dihitung, Putin telah meraih sekitar 75 persen suara. 

Perolehan suaranya dalam pemilihan presiden tersebut meningkat dibandingkan dengan pada 2012 ketika dia menang dengan perolehan 64 persen suara. Namun, perkiraan awal atas partisipasi pemilih mencapai 63,7 persen atau lebih rendah dari harapan pemerintah. Bersaing dengan tujuh calon lainnya, Putin tidak mendapat perlawanan serius untuk menduduki kembali kursi presiden selama enam tahun mendatang. Putin memerlukan tingkat partisipasi pemilih yang tinggi untuk memperkuat legitimasinya sebagai pemimpin, di tengah ancaman semakin terisolasinya Rusia akibat sanksi baru Amerika Serikat dan tuduhan upaya pembunuhan mantan agen Rusia di Inggris.

Putin mengatakan, hasil pemilu yang memberinya hak untuk melaksanakan tugas sebagai presiden lagi merupakan sebuah kesuksesan. "Saya yakin program yang saya tawarkan adalah yang benar," ujar pria yang sudah menjadi pemimpin Rusia terlama sejak era Stalin. Saingan Putin antara lain adalah seorang jutawan Pavel Grudinin, mantan pembawa acara TV Ksenia Sobchak, dan politisi beraliran nasionalis yang terkenal Vladimir Zhirinovsky. Namun, pemimpin oposisi utama Alexei Navalny telah dilarang ikut pemilu karena terbukti terlibat penipuan, yang menurut Navalny bermotif politik. 

Dia menyerukan aksi boikot dan mengerahkan ribuan pendukungnya mengamati tempat-tempat pemungutan suara guna mengawasi kemungkingan kecurangan. Vladimir Putin, yang kini berusia 65 tahun, menjadi pemimpin Rusia yang dominan sejak 1999, baik sebagai presiden maupun perdana menteri. Sengketa diplomatik Pemilihan presiden Rusia ini berlangsung di tengah sengketa diplomatik antara Inggris dan Rusia terkait upaya pembunuhan seorang mantan mata-mata Rusia dan putrinya di Inggris. Pemerintah Inggris menyimpulkan, Rusia terlibat dalam upaya pembunuhan Sergei Skripal (66) dan putrinya, Yulia (33), dengan menggunakan gas saraf pada 4 Maret lalu. Keduanya hingga kini masih dalam keadaan kritis. 

Perdana Menteri Inggris Theresa May kemudian mengambil tindakan dengan memulangkan 23 diplomat Rusia yang dibalas Rusia dengan juga mengusir 23 diplomat Inggris. Sementara AS beberapa waktu lalu menjatuhkan serangkaian sanksi baru terhadap Rusia atas tuduhan campur tangan dalam pemilihan presiden AS pada 2016.[*kompas]

Terkini