Metroterkini.com - Ethiopia mengumumkan negara dalam keadaan darurat pada Jumat (16/2), setelah Perdana Menteri Hailemariam Desalegn mengundurkan diri. Ethiopia berada di tengah kerusuhan dan krisis politik.
Dewan koalisi EPRDF yang berkuasa di negara Tanduk Afrika itu menggelar sidang dan memutuskan untuk menerapkan peraturan darurat. Demikian disampaikan media milik pemerintah, Ethiopian Broadcasting Corporation.
Koalisi tersebut memutuskan peraturan darurat "penting untuk menjaga tatanan konstitusional", kata Badan Pelaksana Etika pemerintah seperti dikutip Kantor Berita Reuters.
Pengumuman tersebut tidak menjelaskan secara rinci. Menteri Pertahanan akan menggelar konferensi pers pada Sabtu (17/2) pagi terkait hal ini.
Ethiopia sepenuhnya mencabut keadaan darurat terakhirnya pada Agustus lalu, setelah berbulan-bulan diterapkan jam malam, pembatasan pergerakan dan penahanan 29.000 orang.
Langkah tersebut menyusul dua tahun demonstrasi anti-pemerintah di mana pasukan keamanan membunuh ratusan orang di Amhara dan Oromiya, dua provinsi terpadat di negara tersebut.
Penerapan keadaan darurat yang baru mengindikasikan bahwa pengunduran diri Perdana Menteri Hailemariam Desalegn adalah akibat ketegangan di antara keempat partai dalam koalisi yang berkuasa.
Koalisi tersebut telah berkuasa sejak 1991 dan menguasai 547 kursi di parlemen. Tapi retakan telah muncul sejak pecahnya kerusuhan, dengan beberapa pejabat senior mengundurkan diri dan yang lainnya dikesampingkan.
Dilansir CNNindonesia, Pengunduran diri perdana menteri itu menyusul gelombang pemogokan dan demonstrasi yang berhasil menuntut pembebasan lebih banyak pemimpin oposisi.
Lebih dari 6.000 tahanan politik sudah dibebaskan sejak Januari saat pemerintah bergelut untuk menenangkan ketidakpuasan. [cnn]