Metroterkini.com - Pelayanan yang baik, cepat sangat didambahkan seorang pasien saat berada di unit gawat darurat (IGD) sebuah rumah sakit. Dan ini menjadi tolak ukur pelayanan rumah sakit secara umum.
Dalam rangka menjawab tantang itu, Rumah Sakit Umum Daerah Bengkalis terus melakukan pembenahan. Baik dari segi gedung, peralatan, sistem dan ditunjang para medis. Untuk itu, pengelola RSUD Bengkalis belajar ke RSUD Tulungagung. Dimana sistem penanganan pasien di IGD-nya menjadi percontohan Kementerian Kesehatan.
Hal ini diungkapkan Kepala IGD, RSUD Bengkalis dr.Fadler Hidayat, Sp.OG, MMRS, Rabu (17/1) siang kepada metroterkini.com.
"Kecepatan pelayanan di IGD menjadi tolak ukur pelayanan kepada masyarakat secara keseluruhan di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bengkalis," kata dr. Fadler.
Fadler mengungkapkan, sistem pelayanan di Instalasi Gawat Darurat di RSUD Bengkalis sudah berubah total dari sebelumnya. Saat ini, peralatan di IGD sudah lebih modern dengan sistem penanganan pasien juga jauh lebih baik.
Menurut Fadler, IGD saat ini sudah menjadi Modern Emergency Department. Dimana pelayanan yang mengutamakan kecepatan, ketepatan, dan keamanan dengan menggunakan zona respons.
Pada kesempatan itu, Fadler didampingi Kepala Tim Dokter IGD, dr Nuri Malasari, mengajak metroterkini.com dan beberapa awak media lainnya meninjau beberapa fasilitas yang dimiliki IGD.
Dalam bangun IGD yang baru dan cukup luas, terdapat beberapa ruang yang diperuntukan sesuai kondisi pasien yang masuk. Ada ruangan Asma Zone, Green Zone, Yellow Zone dan Red Zone dan ruangan konsultasi untuk keluarga pasien.
Nuri menjelaskan, pemilahan pasien yang dibawa ke IGD sudah dilakukan oleh satpam dan perawat yang bertugas di area triage primer. Ketika masuk ke area triage sekunder dalam IGD, pasien menjadi urusan perawat dan dokter dan dipilah lagi, apakah masuk ke Green Zone, Yellow Zone dan Red Zone.
Jika pasienya tidak gawat dan tidak darurat atau pasien rawat jalan, dimasukan ke ruangan Green Zone.
Sedangkan ruangan Yellow Zone untuk pasien gawat tapi tidak darurat atau darurat tapi tidak gawat (kondisi tidak mengancam nyawa). Sementara Red Zone untuk pasien gawat dan darurat. Penanganan pasien ini akan dilakukan oleh dokter spesialis. Ruang Red Zone dilengkapi dengan alat kejut jantung, alat bantu pernafasan (ventilator) dan alat monitor kondisi pasien.
Selain peralatan medis, dalam ruang Red Zoen tidak ada bed. Menurut dr. Nuri, pasien yang masuk Red Zone tidak boleh pindah bed. Setelah mendapat pelayanan medis, pasien akan menjalani observasi selama beberapa jam sampai kondisinya stabil, baru kemudian dirawat di ruangan ICU.
"Ruang Red Zone sudah seperti layaknya ICU, karena pasien yang masuk ke Red Zone sudah dipastikan dirawat. Pasien ditangani dokter spesialis," ungkap dr Nuri Malasari tentang fasilitas Red Zone.
Bagi pasien penderita asma, akan dimasukan ke ruangan Asma Zone. Dalam ruangan Asma Zone terdapat dua tempat duduk dan satu tempat tidur.
Selain itu, di IGD juga ada
ruangan kebidanan untuk ibu-ibu hamil yang melahirkan tidak normal. Di ruang kebidanan ini juga ada ruang khusus untuk perawatan bayi darurat (prematur).
Keinginan peningkatan pelayanan IGD tidak hanya dalam ruangan, tetapi juga diluar ruangan. Fadler mengungkapkan, kedepan IGD akan membangun konsep untuk 5 unit ambulance yang ada saat ini. Ada ambulance khusus untuk rujuk dan ambulance transportasi masing-masing 1 supir dan 2 perawat. Ambulance penjemput (transportasi) diperuntukan bagi pasien dalam kota dan sekitarnya yang tidak memiliki kenderaan untuk ke rumah sakit. Selain itu, juga ambulance jenazah. "Masyarakat yang butuh ambulance tinggal hubungi call center IGD," kata Fadler.
Selain itu, juga akan membangun ambulance sepeda motor khusus untuk penanganan korban kecelakaan. Karena selama ini, justru korban kecelakaan justru semakin parah karena salah dalam melakukan evakuasi.
"Ambulance motor akan menangani proses evakuasi pasien kecelakaan sambil menunggu ambuilance penjemput," ujarnya.
"Sistem yang kami dibangun, untuk melakukan pelayanan sebaik mungkin agar tidak ada lagi pasien yang merasa tidak terlayani," ungkap Fadler. [rdi]