Metroterkini.com - Satu pekan berlalu, kebakaran hutan dan lahan di California masih menyulitkan ratusan pemadam kebakaran yang ditugaskan untuk menanganinya.
Dengan luas 93 ribu hektare di Ventura dan Santa Barbara, Kebakaran Thomas kini menjadi kebakaran hutan terbesar di sejarah modern California. Angka tersebut lebih besar dari luas gabungan DKI Jakarta (66,150 hektare) dan Bandung (16,770 hektare).
Itu juga berarti kebakaran telah menyebar hingga lebih luas dari New York City (78.900 hektare) dan petugas baru berhasil mengendalikan 15 persen dari daerah yang terbakar. Demikian disampaikan badan perlindungan kebakaran CAL FIRE pada Selasa (12/12).
Kondisi api membaik jika dibandingkan akhir pekan lalu, tapi angin masih terus berembus dengan kecepatan 30-60 kilometer per jam, kata meteoroligs Taylor Ward.
Siaga merah untuk sebagian besar Los Angeles dan Ventura diperpanjang hingga Senin malam, kata Badan Cuaca Nasional. Artinya, peningkatan kondisi api diperkirakan akan terjadi akibat angin kencang dan kelembaban rendah.
Sekitar 94.607 orang terpaksa dievakuasi di Ventura dan Santa Barbara pada Minggu, sementara jumlah korban tewas tetap berada di angka satu. Otoritas meyakini Pesola (70), warga Santa Paula, meninggal dunia dalam kecelakaan di jalan saat melarikan diri dari kebakaran.
Sebanyak 1.000 bangunan rusak karena kebakaran itu. Sementara api berlalu ke daerah baru dari hari ke hari, warga yang sempat dievakuasi hanya bisa melihat puing rumahnya saat sudah diperbolehkan pulang.
David Karian menggunakan sapu untuk mengais sisa-sisa dari puing rumah orang tuanya yang hangus di Ventura.
"Tidak banyak, tapi jika ada beberapa hal yang bisa membantu mereka mengingat masa lalunya, maka itulah hal yang saya coba lakukan," ujarnya kepada CNN. "Inilah yang saya cari ... kenangan bertahun-tahun lamanya."
Konsulat Jenderal RI di Los Angeles menyatakan tidak ada warga Indonesia yang jadi korban kebakaran hutan tersebut.
"Tidak ada laporan WNI yang terkena dampak kebakaran sejauh ini," ucap pejabat Penerangan Sosial dan Budaya, Endang Patricia Wirawan, Dilansir CNNIndonesia.[*]