Metroterkini.com - Terkait munculnya pengolahan lahan di areal Hutan Bukit Batabuah Se Indah (BBSI) oleh pemilik modal diwilayah Desa Sei Ekok Kecamatan Rakit Kulim, masyarakat sekitar menjadi bingung karena belum mengenal investor tersebut.
Bahkan belum diketahui nama perusahaan itu hingga berani melakukan aktifitas, sehingga menimbulkan pertanyaan bagi warga," jelas P. Sitorus, Senin (29/05/2017).
Menurutnya, penegak hukum tidak membiarkan merajalela oknum investor menanam investasi diareal kawasan hutan secara tidak sah, sekalipun itu bertopeng masyarakat.
"Perlu segera menindak dan mencari otak dibalik pengolahan lahan tersebut," pintanya.
Sebelumnya mantan Kades Sei Ekok Rakit Kulim, Gading mengakui penyerahan lahan kawasan hutan tersebut kepada investor asal Jakarta.
“Tolong jangan diekpose soal rencana pengolagan lahan ini. Saya mengetahui areal tersebut masih status BBSI yang masih bertanam kayu akasia,” jelas Gading mantan Kepala Desa Sei Ekok, belum lama ini.
Gading mengakui lahan tersebut di areal BBSI, karena rencananya akan diserahkan ke investor sekitar 300 hektar dan saat ini belum mencapai 100 hektar.
"Nanti akan diserahkan ke investor dari Jakarta dan baru 1 milyar lebih yang baru dikeluarkan untuk pengolahan lahan ini," diakui Gading.
Namun Gading membantah tidak pernah menerbitkan legalitas lahan di areal BBSI dalam bentuk Surat Keterangan Tanah (SKT) sebagai pegangan investor, kecuali bentuk surat perjanjian dan kesepakatan, namun bisa dikordinasi dengan Pj.Kepala Desa Sei Ekok.
Sebelumnya Pjs.Kepala Desa Sei Ekok Kecamatan Rakit Kulim juga membantah belum pernah menerbitkan surat dalam areal BBSI untuk persediaan lahan kepada investor itu, dan hingga saat ini masih dicari untuk pembuktiannya.
"Bila terbukti ada SKT dalam areal yang saat ini akan dikuasai investor itu An.saya menerbitkan, maka surat itu palsu yang saat ini masih saya mencarinya dan akan melaporkan jika ditemukan,” jelas Pj.Kades Sei Ekok.
Terkait ini, Patih Majuan membenarkan adanya investor untuk melakukan pengolahan lahan di areal BBSI Desa Sei Ekok, namun hanya tersedia sekitar 100 hektar. Bahkan areal tersebut masih bermasalah dengan Desa Durian Cacar sebagai pemekaran Desa Sei Ekok yang belum duduk hingga saat ini.
"Artinya kita sebagai Patih hanya memfasilitasi, semua berawal dari urusan Gading. Dan soal lahan tersebut masih perlu didudukkan karena masih masalah dengan batas desa Durian Cacar dengan Desa Sei Ekok,” tukasnya Patih Majuan.
“Kita akan dudukkan soal pengolahan lahan yang saat ini masih dalam masalah antara Desa Durian Cacar dengan Sei Ekok.Semua bisa diatur dan tak perlu ada yang ditakuti, bila penting nanti ditangkap jika muncul pihak yang ingin mengganggu, karena biaya yang telah masuk oleh pemilik investor, telah mencapai milyaran, sedangkan kegiatannya belum jelas,” pungkasnya. [frs]