Metroterkini.com - Wakil Ketua Umum FSP BUMN Bersatu, Tri Widodo Sektianto mengungkapkan, bahwa ada kecurigaan dalam pengunaannya dan tidak pernah diaudit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sejak BPDP (Badan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit) dibentuk 2015, dan mulai memungut pungutan hasil ekspor CPO.
“Tidak ada pengendalian pungutan ekspor kelapa sawit yang efektif, karena tidak ada verifikasi penggunaan dana hasil pungutan ekspor CPO. Sebagian besar dihabiskan untuk subsidi biofuel,” ungkap Tri kepada LICOM, di Jakarta, Rabu (26/4/2017).
Tri menyebutkan, terbukti hanya tiga grup usaha swasta perkebunan besar saja yang menikmati dana hasil pungutan ekspor CPO untuk mensubsidi industri biodiesel-nya hingga mendapatkan 81,7 persen dari Rp3,25 triliun untuk alokasi dana Industri biodiesel
“Ada kongkalikong antara BPDP dengan ketiga perusahaan perkebunan sawit swasta yang memiliki Industri biodiesel dalam pengunaan Dana hasil pungutan ekspor CPO yang di mark up,” ungkap Tri.
Dia mengaku, hal itu dikuatkan dengan mundurnya Ketua BPDP Bayu Khrisnamurti. Bahkan, indikasinya juga jelas ada penyelewengan Dana BPDP untuk Industri Biodiesel yang melawan UU Perkebunan no 39 tahun 2014 Dan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan Dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Mei 2015.
“Dana itu seharusnya digunakan untuk penanaman kembali, peningkatan sumber daya manusia, peningkatan sarana dan prasarana, promosi dan advokasi,” imbuhnya.
Pungutan itu adalah US$50 per satu ton minyak sawit untuk kebutuhan ekspor. Pertengahan 2016, dana pungutan mencapai sekitar Rp5,6 triliun dan ditargetkan mencapai Rp10 triliun pada akhir 2017.
Menurutnya, ada 11 perusahaan yang memperoleh dana perkebunan tersebut untuk program biofuel periode Agustus 2015-April 2016.
“Yang harus segera diaudit BPK dan KPK terkait pengunaan dana BPDP untuk subsisdi Industri Biodiesel mereka,” ujarnya.
Perusahaan itu adalah PT Wilmar Bionergi Indonesia; PT Wilmar Nabati Indonesia; Musim Mas, PT Eterindo Wahanatama; PT Anugerahinti Gemanusa; PT Darmex Biofuels; PT Pelita Agung Agrindustri; PT Primanusa Palma Energi; PT Ciliandra Perkasa; PT Cemerlang Energi Perkasa; dan PT Energi Baharu Lestari.
Bukti akibat peyelewengan dana pungutan ekspor oleh BPDP mengakibatkan promosi terkait perkebunan sawit Indonesia diluar negeri tidak dilakukan. Buntutnya, berkembang pandangan salah terhadap Industri sawit Indonesia di Uni Eropa. Sehingga, parlemen Eropa melarang masuk produk sawit Indonesia ke Uni Eropa .
Diketahui, dari pungutan ekspor CPO tersebut negara tidak diuntungkan. Sebaliknya, merugikan Perkebunan Sawit milik Negara, petani sawit, dan sebagian perkebunan swasta. Pungutan ekspor CPO 50 US dollar mengurangi pendapatan PTPN dan petani. Hal ini akibat harga tandan buah segar dibebani oleh punguntan ekspor CPO.
Karena itu, tegas Tri, Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu mendesak KPK untuk mengaudit investigatif terkait pengunaan dana BPDP yang menyalahi UU Perkebunan dan peraturan dibawahnya.
“FSP BUMN Bersatu juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk membubarkan BPDP. Karena berpotensi jadi sumber korupsi dalam Industri sawit Indonesia yang jumlahnya bisa mencapai trilunan rupiah dari penghimpunan dana pungutan ekspor CPO tersebut,” tegasnya. [mer-lni]