Metroterkini.com - Harga Batu bara Acuan (HBA) melompat dari kisaran US$ 50/ton di awal tahun ini menjadi US$ 101/ton pada Desember ini. Lonjakan harga batu bara hingga hampir 100% ini terutama didorong oleh penutupan tambang-tambang batu bara di China.
Produksi batu bara China yang mencapai 3,6 miliar ton per tahun sudah terpangkas 4,2% atau sekitar 151 juta ton. Kebijakan ini dibuat oleh pemerintah China untuk mengerek naik harga batu bara, membantu industri batu bara di dalam negeri mereka.
Sementara di sisi permintaan, batu bara sedang dalam tren meningkat pada akhir tahun. Musim dingin membuat kebutuhan akan batu bara melonjak.
Lonjakan harga batu bara ini akan membuat biaya pokok produksi (BPP) listrik PLN naik tahun depan. Tarif listrik non subsidi pun akan ikut naik. Sebab, sebagian besar pembangkit listrik PLN menggunakan batu bara sebagai bahan bakar.
Kepala Divisi Niaga PLN, Benny Marbun, mengatakan bahwa saat ini pihaknya sedang menghitung peningkatan BPP listrik akibat melambungnya harga batu bara.
"Ada kenaikan karena harganya beda, lagi kita hitung," ujar Benny kepada detikFinance di Jakarta, Sabtu (10/12/2016).
Sementara untuk bulan Desember ini, melesatnya harga batu bara tidak berdampak terhadap PLN. Sebab, pemasok batu bara untuk PLTU-PLTU sudah terikat dengan kesepakatan harga di awal tahun. "Sekarang belum berdampak karena masih menggunakan kontrak batu bara 2016," tutupnya.
Meski sedang dalam tren bagus pada akhir tahun ini, kenaikan harga batu bara diperkirakan tidak akan bertahan lama. Meroketnya harga batu bara membuat biaya produksi listrik di China juga naik. Kalau biaya produksi listrik mahal, tentu akan menurunkan daya saing industri.
Maka pemerintah China kemungkinan tidak akan melanjutkan kebijakan pemangkasan produksi batu bara untuk mengefisienkan biaya produksi listrik dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang memerlukan batu bara sebagai bahan bakar. [dtk]