Hukuman Suntik Mati di AS Kembali Dipertanyakan

Sabtu, 10 Desember 2016 | 00:00:10 WIB

Metroterkini.com - Penggunaan suntikan maut dalam pelaksanaan eksekusi hukuman mati di Amerika Serikat kembali memunculkan perdebatan.

Beberapa kalangan mempertanyakan efektivitas suntikan maut setelah seorang terpidana mati di Alabama harus menjalani eksekusi yang sangat menyakitkan.

Ronald Smith (45), yang menjalani eksekusi atas pembunuhan terhadap seorang staf sebuah toko kelontong pada 1994, terbatuk dan tercekik selama 13 menit sebelum dinyatakan meninggal dunia.

Secara total, proses eksekusi yang digelar pada Kamis (8/12/2016) itu membutuhkan waktu 34 menit.

"Smith terlihat sangat kesulitan bernapas," kata Kent Faulk, jurnalis situs berita al.com yang menyaksikan jalannya eksekusi.

Kondisi ini membuat pemerintah setempat turun tangan untuk menyelidiki prosedur eksekusi tersebut.

"Akan digelar otopsi terhadap jasad Ronald Smith untuk mengetahui apakah terjadi kesalahan prosedur," kata komisioner lembaga pemasyarakatan Alabama, Jefferson Dumm.

Sementara itu, juru bicara badan pemasyarakatan Alabama Bob Horton mengatakan, pihaknya sudah menjalankan semua prosedur eksekusi sesuai dengan protokol yang berlaku.

"Pada awal proses eksekusi, Smith, dengan mata tertutup, memang terbatuk, tetapi sejauh pengamatan kami dia tak menderita selama eksekusi berlangsung," ujar Horton.

Beberapa negara bagian AS yang masih menerapkan hukuman mati mengalami kekurangan persediaan substansi suntikan maut untuk pelaksanaan hukuman mati.

Kondisi itu terjadi karena sejumlah perusahaan farmasi sudah tidak mau lagi memproduksi substansi yang dibutuhkan untuk proses hukuman mati.

Terlebih lagi, sebagian besar perusahaan farmasi itu berada di negara-negara Eropa yang sudah menghapuskan hukuman mati.

Untuk "mengakali" kondisi ini, beberapa negara bagian AS, seperti Alabama, mengadopsi metode tiga obat.

Dalam metode ini, terpidana mati awalnya dibuat tertidur, tahap kedua adalah membuat tubuhnya lumpuh, sebelum langkah terakhir menghentikan detak jantungnya.

Alabama menggunakan obat bius midazolam untuk tahap pertama. Para kritikus mengatakan, obat itu tidak benar-benar membuat terpidana mati tidur sebelum obat kedua disuntikkan.

Sejumlah pejabat penjara mengatakan, kata-kata terakhir Smith adalah dia menegaskan tidak akan memberikan pernyataan terakhir sebelum menjalani eksekusi.

Namun, bibir pria itu terus bergerak sebelum dan sesudah tiga substansi obat itu disuntikkan.

"Tangannya mengepal kencang setelah suntikan pertama diberikan. Mata kirinya juga beberapa kali sedikit terbuka," kata Faulk dilansir kompas.

Sejauh ini belum ada tanggapan dari manajemen lapas terkait pengakuan dari Kent Faulk.

Sejak Januari 2014, beberapa eksekusi hukuman mati di AS berlangsung kurang "mulus", misalnya Dennis McGuire yang membutuhkan waktu 25 menit dan Clayton Lockett yang meninggal dunia setelah 43 menit.

Meski sudah banyak contoh kegagalan, Virginia dan Ohio pada tahun depan akan mengikuti jejak Alabama menggunakan midazolam dalam proses hukuman mati. [**]

Terkini