Metroterkini.com - Ketua Setara Institute Hendardi menegaskan, rencana Aksi Bela Islam III oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) pada 2 Desember di Jl Sudirman-HM Thamrin merupakan pelanggaran hukum.
Apalagi demonstrasi itu ditujukan untuk mendesak penangkapan dan penahanan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Tidak bisa proses peradilan ditekan sedemikian rupa sehingga penegak hukum tidak bekerja independen,” ujar Hendardi di Jakarta, Selasa (22/11).
Menurut Hendardi, Polri sebagai penegak hukum adalah institusi demokrasi yang menjadi instrumen penegakan hukum, sehingga rule of law bisa ditegakkan. Karenanya, Polri harus segera menindak tegas.
“Polri harus menyusun langkah penegakan hukum pada kelompok yang main hakim sendiri (vigilante) karena tindakannya yang melawan hukum, menebar ancaman dan menebar kebencian yang melampaui batas,” lanjutnya.
Sementara itu, Praktisi Hukum M Zakir Rasyidin menilai, penyampaian pendapat di muka umum dibatasi oleh aturan-aturan. Zakir menyebut beberapa dasar hukum, antara lain tertuang dalam
Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang tata cara penyelenggaraan pelayanan, pengamanan dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum.
“Ada lagi Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, Undang-undang Kepolisian Nomor 2 tahun 2002 Pasal 18 tentang Kepolisian dan Undang-undang nomor 22 tahun 2009 Pasal 28 tentang lalu lintas,” urai Ketua Umum Majelis Advokat Muda Nasional Indonesia (Madani) ini, Selasa (22/11).
Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Mochamad Iriawan telah mengeluarkan maklumat tentang larangan demo di tempat umum yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
“Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 mengatur soal kebebasan berpendapat. Unjuk rasa tidak dilarang, tapi dengan tidak mengganggu kepentingan umum,” tegas M Iriawan.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo pun angkat bicara. Menurutnya, jika aksi unjuk rasa mengarah ke makar dan anarkistis, prajurit TNI siap berjihad.
“Prajurit TNI sejak dia masuk, dia sudah memenuhi syarat untuk melakukan jihad. Prajurit saya bukan penakut, setiap akan lakukan tugas, (mereka) berebut. Mereka ingin jadi pahlawan,” katanya.
Menariknya lagi, Pimpinan PBNU, Muhammadiyah, MUI, dll secara terbuka juga menyatakan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Itu artinya, aksi gelar sajadah sudah tidak lagi relevan. [syah]