Metroterkini.com - Ribuan tenda, rumah buatan, dan kamp penampungan sementara yang selama dua tahun terakhir ditempati oleh para imigran di Calais, Perancis, mulai dihancurkan pada awal pekan ini. Pembersihan kamp yang selama ini disebut "rimba" pengungsi itu merupakan salah satu upaya menertibkan daerah itu dan memindahkan para pengungsi ke sejumlah tempat penampungan lain yang tersebar di penjuru Perancis.
Dilaporkan CNN pada Selasa (25/10), kelompok petugas Perancis yang mengenakan seragam oranye menggunakan palu untuk menghancurkan bangunan yang dirakit dengan sederhana. Sejumlah ekskavator juga dikerahkan untuk membantu proses pembersihan puing bangunan.
Diperkirakan terdapat 6.500 imigran yang berada di tempat itu selama beberapa bulan atau tahun terakhir, berasal dari Afghanistan, Suriah, Eritrea dan wilayah lainnya. Selama akhir pekan lalu, lebih dari 3.100 imigran sudah berhasil dipindahkan ke sejumlah permukiman di penjuru Perancis.
Para imigran yang dipindahkan, termasuk 500 anak-anak, akan memulai proses permukiman kembali yang dapat memakan waktu berbulan-bulan.
Meski demikian, sejumlah pengungsi memilih tetap berada di kamp tersebut, membuat petugas harus memastikan tidak ada pengungsi yang berada di dalam kamp sebelum bangunan itu dirobohkan. Terdapat tulisan, "Tolong jangan merusak rumah saya" di daun pintu sejumlah gubuk kumuh yang hanya berisi tempat tidur.
Pada Senin (25/10) malam, sekelompok pengungsi yang bersikeras tetap berada di kamp itu terlibat bentrok dengan polisi. Mereka melemparkan batu ke arah petugas, yang dibalas dengan penembakan gas air mata.
Upaya Perancis membersihkan "rimba" pengungsi seluas 4 km persegi ini sudah dimulai sejak setahun lalu, namun rencana itu beberapa kali gagal di pengadilan. Awal tahun lalu, pembersihan sebagian kamp di Calais sudah dimulai, namun langkah ini pun gagal membendung imigran untuk datang ke wilayah yang berbatasan dengan Inggris itu. Kebanyakan pengungsi memang berada di Calais dengan harapan dapat melintasi Eurotunnel dan tiba di Inggris untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
"Rimba" pengungsi di Calais menjadi simbol krisis imigran yang dihadapi Eropa dan menjadi salah satu isu yang harus diselesaikan bersama antara pemerintah Perancis dan Inggris.
Berdasarkan perjanjian dengan Perancis, Inggris setuju menampung 200 pengungsi anak dari kamp tersebut pada awal Oktober lalu. Menteri Dalam Negeri Inggris, Amber Rudd menyatakan bahwa 800 anak di kamp itu mengklaim memiliki keluarga di Inggris. Meski demikian, Rudd menyatakan bahwa Inggris tidak akan menampung lebih banyak pengungsi.
Lembaga pemerhati hak pengungsi anak, Save the Children, menyerukan agar pembersihan "rimba" di Calais dihentikan sementara demi keselamatan sekitar 1.200 anak yang masih berada di kamp itu.
"Kami sangat prihatin atas nasib ratusan anak yang masih berada di sana dan tidak tahu mereka akan tidur di mana malam nanti, tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari," bunyi pernyataan dari Carolyn Miles, kepala Save the Children.
"Pembongkaran kamp seharusnya tak dilakukan hingga seluruh pengungsi anak terindetifikasi dan ditampung," ujarnya.
Pemerintah Perancis berupaya memindahkan seluruh pengungsi dari kamp itu dalam tenggat waktu satu pekan, sehingga wilayahCalais itu dapat benar-benar bersih pada akhir Desember. [**]