Metroterkini.com- Presiden Joko Widodo dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte disebut sama sekali tidak menyinggung persoalan hukum terpidana mati narkotika Mary Jane dalam pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat malam (9/9). Alih-alih, kedua kepala negara membahas soal keamanan di Laut Sulu yang menjadi jalur pintas ekspor Indonesia ke negara-negara Asia.
"Enggak ada. Totally nothing. Kan dulu dulu sudah," kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Mary Jane Veloso ditangkap kepolisian Bandara Adi Sutjipto, Yogyakarta, pada 25 April 2010 setelah kedapatan mencoba menyelundupkan 2,6 kilogram heroin. Kemudian, pada Oktober, perempuan asal Bulacan ini divonis mati oleh Pengadilan Negeri Sleman dengan dakwaan melanggar Pasal 114 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Mary Jane mengaku hanya diperalat untuk membawa barang haram tersebut. Dia berada dalam barisan tereksekusi mati April 2015 di Nusakambangan saat hukuman mati terhadap dirinya ditunda setelah muncul perkembangan terbaru terkait kasus ini di Filipina.
Perihal Mary Jane juga tak disinggung Jokowi dan Duterte dalam pembukaan dan usai pertemuan bilateral yang berlangsung hari ini. Mantan Wali Kota Solo ini hanya menyampaikan tiga kesepakatan yang dibuat bersama mantan Wali Kota Davao.
Yang pertama, adalah Joint Declaration mengenai peningkatan pengamanan Laut Sulu.
Jalur Laut Sulu selama ini dijadikan jalan pintas ekspor dari Kawasan Indonesia Tengah dan Timur menuju negara-negara Asia, termasuk Filipina. Setiap hari terdapat 10 armada kapal kargo yang melintasi perairan Laut Sulu. Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sejumlah warga negara Indonesia juga sempat disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf di kawasan Laut Sulu.
"Saya harap ke depan tidak ada lagi permasalahan di Laut Sulu. Kami akan berpatroli untuk menjaga keamanan," kata Jokowi dalam konferensi pers usai pertemuan bilateral.
Senada, Duterte menyampaikan komitmennya dalam isu maritim terutama keamanan Laut Sulu.
"Kami mendukung stabilitas kawasan dan penyelesaian sengketa di sana menggunakan hukum internasional," ucap Duterte.
Kesepakatan lainnya berkaitan dengan jemaah haji Indonesia. Sebanyak 177 calon haji Indonesia menjadi korban penipuan dengan menggunakan paspor palsu Filipina. Sebanyak 168 di antaranya sudah dipulangkan ke Indonesia, dan pemerintah kini tinggal menunggu proses sisa sembilan orang lainnya.
Terakhir soal keberangkatan 700 jemaah haji asal Indonesia melalui Filipina yang sudah berhasil tiba di Arab Saudi. Mereka pun, berangkat dengan paspor palsu. Pemerintah mengatakan mereka merupakan korban penipuan agen perjalanan haji. [cnn]