Metroterkini.com - Kegaduhan terjadi di Pasar Pagi Arengka Jalan Soekarno Hatta Pekanbaru, Selasa (28/6/16). Puluhan pedagang kaki lima memarahi petugas pengutip iuran sampah rutin. Setiap pedang dikenakan Rp2000 sampai Rp4000 sehari. Mereka marah bayar rutin tapi sampah dibiarkan membusuk seluas lapangan bola.
“Kami tak mau bayar. Untuk apa kami bayar kalau sampahnya tak diangkut,” protes Butet, seorang pedagang sayur pada Anto, petugas pengutip iuran.
Suara lantang Butet memancing dukungan para pendagang lain. Mereka menyuarakan protes serupa. Menolak membayar iuran sampah sampai tumpukan sampah seluas lapangan bola yang sudah membusuk karena seminggu tak diangkat.
Seperti dikutip dari riauterkini, suasana sempat memanas dengan teriakan dan makian pedagan karena Anto tetap ngontot minta uang iuran. Dia beralasan petugas kebersihan Pasar Arengka tetap bekerja membersihkan sampah sisa pedagang dan mengumpulkan di tempat biasa. Mengenai sampah yang tak diangkut, itu tugas Dinas Kebersihan dan Pertamanan, bukan petugas kebersihan pasar.
Penjelasan Anto yang ditemani seorang temannya tak digubri pedagang. Mereka marah karena lokasi tumpukan sampah merupakan tempat mereka berjualan selama ini, kini tak bisa ditempati karena menumpuk sampah busuk. Mereka terpaksa menggelar lapak di pinggir tumpukan sampah.
“Pokoknya, kami tak mau bayar sampai tumpukan sampah dibersihkan,” teriak para pedagang kompak.
Anto dan temannya mengalah. Ia lantas berusaha menghubungi penanggung jawab pengangkut sampah di Pasar Arengka. Dari informasi kalau pengangkatan dijanjikan dilakukan siang ini.
“Sampah katanya mau diangkat siang ini,” ujar Anto memberi pedagang sambil kembali minta uang iuran, namun pedagang tetap tak mau memberi. Mereka bersikukuh hari ini tak mau membayar iuran dan baru mau membayar jika terbukti tumpukan sampah diangkat sampai bersih.
Saat ini kondisi sampah di depan Pasar Arengka memang sudah teramat parah. Menumpuk di lahan seluas lapangan sepakbola mini. Selain bau busuk, dari tumpukan sampah keluar belatung yang berjalan ke mana-mana, termasuk ke lapak para pedagang. Kondisi tersebut menjadi sebab pembeli malas mendekat. [**]