Preseden Buruk PN Pelalawan Vonis Bebas Manager PT LIH

Jumat, 10 Juni 2016 | 00:00:10 WIB

Metroterkini.com - Vonis bebas Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pelalawan, atas terdakwa Manajer Operasional PT Langgam Inti Hibrindo (LIH), Frans Katihokang, dalam kasus kebakaran lahan dan hutan di Provinsi Riau sangat mengecewakan rakyat dan menjadi preseden sangat buruk untuk pengadilan. Pada proses awalnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Riau menuntut pimpinan PT LIH itu dengan hukuman penjara 2 tahun dan denda Rp 500 juta dengan subsider 6 bulan kurungan. 

Dikatakan Isnadi Esman, Sekretaris Jendral Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR), pihaknya sangat berharap majelis hakim bijaksana dalam memutuskan hasil sidang kasus PT. LIH ini. Menurutnya akibat dari kelalaian perusahaan yang membuat kebun sawit dilahan gambut dan mengalami kebakaran seluas 533 Hektare, ini berdampak mematikan terhadap masyarakat, berapa banyak yang mengalami ISPA hingga korban jiwa dan juga kerusakan lingkungan.

"Seharusnya penegakan hukum yang rasional menjadi sangat penting ditengah situasi kritisnya lahan gambut yang di akibatkan Kebakaran di areal perusahaan seperti sekarang ini, hukum jangan hanya difungsikan ke rakyat dan petani kecil, tapi juga harus tajam terhadap korporasi seperti PT. LIH,” ungkap Isnadi.

"Masih sangat segar diingatan kita ketika Pengadilan Negeri Pelalawan pada Tanggal 12 November 2015 memvonis bersalah seorang petani jagung di Kelurahan Teluk Meranti Kab. Pelalawan yang hanya karena membakar 5 tumpuk sampah jagung divonis hukuman penjara 1 tahun 4 bulan, denda 1 milyar rupiah subsider 3 bulan kurungan,” katanya. 

"JMGR dan LBH-Pekanbaru sangat intens mendampingi jalanya proses persidangan saat itu, dalam kronologis kejadianya Saudara Sahrizal hanya membakar 5 tumpuk sampah jagung sisa panen, namun sangat kita sesalkan persidangan di Pengadilan Negeri Pelalawan yang di pimpin Bapak Achmad Hananto, S.H, M. Hum sebagai Hakim Ketua memutuskan vonis yang kami nilai tidak berkeadilan itu," tambah Isnadi.

Menurut Isnadi lagi. jika dibandingkan kedua kasus seperti ini masyarakat pasti sangat kecewa dengan putusan-putusan hakim, korporasi sepertinya sangat kebal hukum sementara masyarakat kecil menjadi pihak yang terus sebagai korban kebijakan, untuk itu perlu adanya review peradilan oleh pihak yang berkewenangan yang dalam hal ini sepeti Pengadilan Tinggi Pekanbaru, dan sangat penting pemerintah menyiapkan hakim-hakim yang paham benar dengan substansi peradilan lingkungan hidup, sehingga keputusan-keputusan yang diambil independen dan berkeadilan. [Isn]

Terkini