Metroterkini.com - Perlambatan ekonomi sepanjang tahun 2015 memang memberikan pengaruh tersendiri. Menurunnya daya beli masyarakat yang dipicu dari pelemahan ekonomi menjadi salah satu penyebab utama minat investor terhadap sektor properti menurun tajam.
Direktur Utama Synthesis Square, Julius Warouw, mengaku memiliki optimisme bahwa tahun 2016 berpotensi menjadi titik balik bisnis properti dalam negeri untuk kembali menggeliatkan industri tanah air. Menurutnya, ada beberapa faktor timbulnya rasa optimisme tersebut. Salah satunya, adalah data realisasi investasi domestik maupun asing yang masuk di akhir tahun 2015.
Berdasarkan catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi asing untuk sektor properti di akhir kuartal IV tahun lalu justru meningkat cukup tajam. Julius menuturkan, setidaknya ada 246 proyek asing dengan nilai investasi sebesar US$952,3 triiliun.
Sementara dari sisi investasi dalam negeri untuk sektor properti mencapai 108 proyek dengan nilai investasi US$621,9 triliun.
“Artinya, hampir 50 persen penanaman modal luar negeri lebih besar dibandingkan penanaman modal yang berasal dari dalam negeri di bidang properti. Sekarang saya tanya, apabila melihat hal seperti ini apa yang ada dipikiran Anda,” ujar Julius dalam sebuah diskusi di Menara Bidakara Jakarta, Kamis 28 Januari 2016.
Melihat kondisi maraknya investasi di bidang properti pada akhir kuartal IV-2015, Julius menghimbau kepada seluruh pembeli bahwa tahun ini merupakan saat yang tepat apabila ingin berbisnis di sektor properti. Namun, ada beberapa hal yang tetap mesti diperhatikan dengan cermat sebelum melakukannya. Yakni menerapkan prinsip kehati-hatian.
“Belajar dari pengalaman, Anda tidak bisa mendengar dari satu orang, atau satu agen. Harus mencari tahu. Kemudian, jangan hanya pikirkan investasi jangka pendek, tetapi investasi jangka panjang,” katanya.
Selain itu, Julius menjelaskan, para pembeli pun diminta lebih memilih bisnis properti yang memiliki nilai tambah yang jelas. Lokasi yang strategis, serta keunikan yang ditawarkan kepada konsumen nantinya akan memberikan nilai tambah yang lebih, tertutama bagi para pembeli yang menyasar rencana-rencana berkelanjutan yang menguntungkan.
“Misalnya saya mau beli buat sewa. Saya harus memikirkan bagaimana orang yang mau tinggal di tempat yang saya sewakan. Tentu mereka memilih properti yang memiliki fasilitas memadai, bisa juga dari sisi lokasi, atau aset. Jadi keunikan itu harus benar-benar terlihat,"
Sementara bagi developer sendiri, ia menghimbau agar para developer memiliki model bisnis baru. Menurutnya, perlu ada pembagian yang adil antara kesempatan dan permintaan pasar sendiri. Jika lebih condong kepada kesempatan semata, bisnis properti yang diusung nantinya justru berpotensi tidak akan berkembang.
“Pengembang juga harus hati-hati, jangan sampai terkena dengan euforia. Karena yang terjadi dalam penjualan properti dalam dua tahun terakhir, itu belum tentu merefleksikan kebiasaan pasar yang sesungguhnya. Kemudian harus fokus ke nilai-nilai yang memberikan nilai tambah,” tutur Julius. [**viva]