Beberapa Kesulitan Mendaki Puncak Tertinggi Indonesia

Kamis, 26 November 2015 | 00:00:06 WIB

Metroterkini.com - Puncak Carstensz di Papua adalah puncak tertinggi di Indonesia dan masuk dalam Seven Summit dunia. Tak mudah untuk berdiri di atasnya yang ketinggiannya 4.884 mdpl, karena ada 5 'siksaan' yang dirasakan para pendaki.

Puncak Carstensz merupakan tempat paling dimimpikan para pendaki dunia. Mereka yang dari Eropa sampai Amerika, rela mengeluarkan kocek sampai puluhan ribu dollar AS, untuk bisa menyentuh titik tertingginya. Apalagi para pendaki yang ingin menyandang gelar Seven Summiter, Puncak Carstensz sudah wajib untuk mereka daki.

Namun ingat, mendaki Puncak Carstensz berbeda dengan mendaki gunung-gunung pada umumnya. Dilansir detikTravel, Kamis (26/11/2015) berikut 5 'siksaan' yang bakal pendaki rasakan saat mendaki Puncak Carstensz:


1. Trek pendakian yang panjang

Jika mendaki Puncak Carstensz dari jalur perkampungan, baik dari Sugapa, Ugimba atau Soangama, para pendaki harus siap fisik dan mental. Sebab, trek pendakiannya sangat panjang!

Paling jauh, adalah trek pendakian dari Sugapa yang bisa menghabiskan 7 hari lamanya dan berjarak lebih dari 100 km dengan jalan kaki. Sedangkan dari Soangama, bisa setengah lebih cepat harinya.

"Tujuh bukit penyesalan di Gunung Rinjani nggak ada apa-apanya sama pendakian ke Carstensz ini," ujar Bambang Suprayogi, salah seorang pendaki yang tergabung dalam Ekspedisi Jurnalis ke Carstensz 2015 pada Agustus lalu.

Trek naik turun, naik turun tak terhitung banyaknya. Apalagi, hutan yang dilewati adalah hutan hujan tropis yang basah dan dipenuhi lumut. Jika salah melangkah atau tidak seimbang, siap-siap terpeleset.

New Zealand Pass, trek terakhir sebelum menuju Basecamp Danau-danau pun dinilai paling berat. Treknya berupa bebatuan dan pasir yang menanjak dan menurun, serta tak ada sumber air. Belum lagi, ketinggiannya sudah 4.000 mdpl lebih yang mana angin berhembus sangat kencang dan matahari bakal terasa sangat terik.

2. Hujan yang tidak bisa diprediksi

"Raincoat siapkan di tempat yang mudah diambil. Kalau hujan bisa langsung dipakai karena di sini hujannya benar-benar tidak bisa diprediksi. Sekarang lagi cerah, tapi hitungan menit bisa langsung turun hujan walau nggak mendung," terang Hendricus Mutter, Ketua Tim Ekspedisi Jurnalis ke Carstensz 2015 selama perjalanan.

Jalur trek pendakian ke Puncak Carstensz melalui perkampungan, memang kerap kali diguyur hujan. Seperti kata Hendricus, tidak perlu menunggu sampai mendung atau langit sudah gelap, hujan bisa turun kapan saja.

Kalau hujannya deras, trek yang dilewati terasa lebih sulit. Permukaan tanah gampang hancur dan bebatuan yang berlumut makin licin. Harus lebih hati-hati saat melangkah.

"Untuk raincoat, pilih yang tipis saja, jangan terlalu tebal. Yang penting, kita bisa terus berjalan dan cukup untuk melindungi tubuh," kata Hendricus yang juga merupakan pemandu dari operator pendakian Adventure Carstensz.

3. Pusing di ketinggian 4.000 mdpl

Sampai di ketinggian 4.000 mdpl, 'siksaan' lain yang akan dialami para pendaki adalah kepala yang mendadak pusing. Terang saja, pendaki akan terkena aklimatisasi ketinggian. Suatu fase dalam tubuh yang sedang beradaptasi terhadap perubahan ketinggian. Efeknya, benar-benar sangat menyiksa.

Kepala seperti berasa migran. Belum lagi, angin yang cukup kencang makin membuat badan terasa tidak enak. Bukan tak mungkin, bisa sajal para pendaki jalannya sempoyongan sampai muntah-muntah. Lalu, apa yang harus dilakukan?

"Jalan saja terus, pelan-pelan. Kuatin mental," kata Ardeshir Yaftebbi, salah satu pemandu Ekspedisi Jurnalis ke Carstensz 2015.

Ketinggian 4.000 mdpl, akan dirasakan di New Zealand Pass saat menuju ke Basecamp Danau-danau yang jarak tempuhnya bisa 4 jam lebih jalan kaki. Benar-benar harus berjalan, tidak boleh lama-lama beristirahat. Sebab, tidak memungkinkan untuk bermalam di New Zealand Pass.

4. Suhu ekstrem 1 derajat Celcius

Di Basecamp Danau-danau, 'siksaan' belum berhenti. Para pendaki siap-siap menghadapi suhu yang ekstrem sampai minus derajat Celcius. Dinginnya menusuk tulang!

Tim Ekspedisi Jurnalis ke Carstensz 2015 pun merasakan suhu 1 derajat Celcius. Suhu yang cukup membuat kantung kresek sebagai tempat untuk menaruh sampah membeku jadi es.

"Paling parah bisa minus 5 derajat Celcius di sini. Makanya, harus siapkan peralatan yang benar-benar bisa membuat badan kita hangat," kata Ardeshir.

Sarung tangan, baju polar, jaket, kaus kaki tebal sampai kupluk merupkan beberapa peralatan yang harus disiapkan. Persedian makanan, spirtus dan alat-alat masak pun harus lengkap untuk membuat makanan dan menghangatkan perut.

5. Bebatuan yang tajam

'Siksaan' terakhir yang bakal pendaki rasakan, adalah bebatuan yang tajam saat melakukan teknik ascending untuk mendaki Puncak carstens dari kakinya dan rappeling saat turun. Sungguh bebatuannya sangat tajam!

"Alangkah baiknya siapkan dua sampai tiga sarung tangan untuk jaga-jaga. Gesekan tali yang panas dan batu-batunya bisa merobek sarung tangan. Hati-hati sama batunya," imbuh Ardeshir.

Bahkan, jaket pun bisa robek ketika tergesek oleh bebatuannya. Asal tahu saja, dari kaki Puncak Carstensz sampai puncaknya yang ketinggian 4.884 mdpl, semuanya batu. Perhatikan langkah kaki, fokus dan tahanlah sedikit rasa sakit demi bisa berdiri di puncak tertinggi Indonesia ini.

 

Terkini