Pemilu Myanmar, Tidak Ada Akses Awasi Pemilihan Militer

Selasa, 10 November 2015 | 00:00:10 WIB

Metroterkini.com - Seluruh tim pemantau internasional mengeluh karena tidak mendapat akses untuk mengatasi jalannya pemungutan suara para kandidat parlemen Myanmar dari divisi militer. Hal ini memicu pertanyaan soal keterbukaan pemilu demokratis ini dilansir cnnindonesia. 

Kepala pemantau dari Uni Eropa Alexander Graf Lambsdorff mengungkapkan timnya tidak mendapatkan akses untuk mengobservasi pemungutan suara para tentara yang dilakukan untuk memilih kandidat divisi militer di parlemen. 

Pemungutan suara ini dilangsungkan secara bertahap di barak-barak militer sebelum penyelenggaraan pemilu nasional pada 8 November lalu. 

“Pemungutan suara untuk kandidat militer berlangsung tanpa penjagaan yang jelas dan kurang transparan,” kata Lambsdorff, dalam konferensi pers di Yangon, Myanmar, Selasa (10/11/2015). 

Hal serupa juga diungkapkan oleh pemantau internasional lainnya, The Carter Center. 

"Sangat disesalkan kami dan seluruh pengawas internasional lainnya tidak mendapatkan akses untuk mengobservasi pemilu untuk militer,” ujar John Carter, salah satu anggota tim pemantau The Carter Center. 

Militer otomatis akan memiliki 25 persen kursi di parlemen tanpa harus dipilih oleh rakyat Myanmar, melainkan oleh tentara. 

Dengan porsi besar di parlemen, siapa pun yang memerintah Myanmar nanti, militer tetap akan memiliki pengaruh. Selain itu militer telah menguasai jatah kepemimpinan di kementerian pertahanan, dalam negeri dan keamanan perbatasan.

Amandemen dari kebijakan pemerintah membutuhkan 75 persen dukungan dari anggota dewan, langkah yang sulit tercapai.

Berjalan mulus

Secara keseluruhan, baik pemantau dari Uni Eropa maupun The Carter Center menekankan bahwa timnya menilai pemilu Myanmar berjalan dengan mulus dan tanpa interupsi dari pihak manapun. 

“Dalam konteks keseluruhan, dapat dikatakan rakyat (Myanmar) benar-benar memiliki hak untuk memilih, dan kerahasiaan pilihan mereka terjaga,” kata Lambsdorff. 

NLD diperkirakan menang telak dalam pemilu kali ini. Meski tak sepenuhnya berkuasa karena ganjalan militer, kubu yang terpilih nanti masih akan bisa menentukan kebijakan ekonomi, hubungan internasional dan pembuatan undang-undang.

Selain tidak transparan di pemilihan khusus militer, tim pemantau internasional dari UE juga mencatat sejumlah kekurangan dalam pemilu ini, di antaranya masalah teknis seperti terlambatnya sejumlah kertas suara untuk perwakilan daerah dan etnis grup di beberapa daerah.

Ditanya pendapatnya soal respon militer terhadap pemilu ini, Lambsdorff memaparkan bahwa dari 150 pemantau UE yang mendatangi lebih dari 500 TPS pada hari pemilu, tidak ada laporan soal kehadiran atau interupsi militer di TPS. 

Selain itu, pasca pemilu, militer juga tidak memberikan respon apapun soal hasil perhitungan suara cepat, yang menunjukkan partai oposisi Liga Nasional untuk Demokrasi, NLD, memenangi mayoritas suara. 

“Jika rakyat Myanmar dapat menerima kondisi ini, dan bahkan bila kandidat yang kalah juga dapat menerima hasil pemilu ini, dapat dikatakan pemilu Myanmar berjalan dengan baik, meski dengan kekurangan di sana-sini,” kata Lambsdorff. [cnn]

Terkini